Aksi #GagalkanOmnibusLaw Turut Serukan Penolakan Kebijakan Kampus Merdeka Nadiem Makarim

Loading

Pratama selaku perwakilan dari Gerakan Nasional Pendidikan, menyampaikan orasi politiknya dalam satuan massa aksi Aliansi Rakyat Bergerak #GagalkanOmnibusLaw (09/03). Ia menyatakan bahaya Omnibus Law bagi dunia pendidikan yang sekarang ini sudah dijual oleh kebijakan Nadiem Makarim. Ia menambahkan, Nadiem yang seharusnya menjadi CEO Gojek, malah dijadikan Menteri Kebudayaan dan Pendidikan (Kemendikbud) oleh Jokowi. Hal ini dianggap tidak wajar olehnya.

Lebih lanjut, Pratama mengatakan bahwa kebijakan Nadiem Makarim menyeret mahasiswa dan pelajar menjadi komoditas yang siap diekploitasi oleh investor yang sudah dibukakan pinunya lebar-lebar oleh Jokowi. Nadiem Makarim dengan kebijakan kampus merdeka, menjadikan perkuliahan hanya lima semester, dan sisanya adalah magang. Itu artinya, mahasiswa akan dicetak untuk memenuhi kebutuhan industri.

“Itu tidak sesuai dengan hakikat pendidikan, yang mana hakikat pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan memanusiakan manusia!” pekik Pratama dalam orasi politiknya.

Kebijakan kampus merdeka Nadiem dinilai sangat bertentangan dengan tujuan pendidikan oleh Pratama. Ia menyampaikan, seharusnya pendidikan mampu menjadikan rakyat Indonesia cerdas dan menolak untuk dieksploitasi oleh relasi kuasa pemerintah.

“Kebijakan hari ini tidak lepas dari pengaruh kapitalisme global, yang terus mendesak Indonesia,” seru Pratama pada massa aksi.

Menurutnya, pengaruh kapitalisme global di Indonesia, dikaki tangani oleh Amerika dan Cina yang terus mengekspoitasi kekayaan alam Indonesia. Pengaruh kapitalisme global, membuat Pratama mengajak massa aksi untuk merefleksikan diri sebagai kaum terpelajar dengan pertanyaan-pertanyaan yang harus segera dijawab oleh massa aksi.

“Berapa banyak sarjana yang hari ini berada di dalam istana?!”

“Berapa banyak hari ini sarjana yang menjadi kacung pengusaha?!”

“Berapa banyak hari ini sarjana yang berada di dalam partai politik borjuasi?!”

Baca Juga:  Massa Aksi #JogjaMemanggil Luka-luka, Ditangkap Polisi, hingga Tidak Diketahui Keberadaannya Pascademonstrasi 

Jika dilihat secara realistis, Pratama mengatakan bahwa di antara sekian juta sarjana, belum pernah ditemukan sarjana yang progresif, yang mendedikasikan kehidupannya untuk rakyat.  Menjelang akhir orasinya, ia mengharapkan kelahiran sarjana progresif dari kerumunan massa aksi Aliansi Rakyat Bergerak yang nantinya bakal megabdikan diri pada kepentingan rakyat dan tidak tunduk pada kekuasaan oligarki.

“Tugas kita adalah merawat gerakan ini. Karena setelah Omnibus Law, akan ada peraturan-peraturan konyol yang dibuat elit politik.” Pratama mengingatkan kembali kepada masa aksi untuk tetap istikomah dalam merawat gerakan.

Karena taktik bertahan saja tidak cukup, ia menaruh harapan pada massa aksi bahwa ke depannya gerakan Aliansi Rakyat Bergerak akan mampu menyerang istana Negara. Aliansi Rakyat Bergerak akan merasuk pada kekuasaan oligarki dan Aliansi Rakyat Bergerak harus mampu mengantikan kekuasaan yang terus abadi karena oligarki.

Pratama menutup orasi politiknya dengan mengajak seluruh massa aksi untuk mengepalkan tangan kiri, karena mengangkat tangan kiri adalah simbol  bahwa rakyat masih melawan.

Reporter: Yusuf Bastiar (Magang)

Penyunting: Royyan

Persma Poros
Menyibak Realita