Sebuah teks opini kontributor yang diterbitkan di laman persmaporos.com pada Jumat, 9 September 2022 memasuki babak baru. Pasalnya, sang penulis, Syauqi Khaikal mengalami insiden kekerasan dan ancaman sehari setelah tulisannya mengudara. Perlu diketahui, pelaku kekerasan ialah Didi Rizaldy penulis naskah teater Closing Ceremony Program Pengenalan Kampus (P2K) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) yang dikritik dalam tulisan Syauqi dengan tajuk “Menimbang Citra Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah: Somasi untuk Teater Kampus Kita”.
“Aku duduk di kursi di Kafe Basa-basi. Terus dia duduk juga. Kemudian, mengajak bertengkar, duel,” tulis Syauqi membalas pesan WhatsApp reporter Poros (13/9).
Sebelumnya, Syauqi mengkritik penggambaran pendiri Muhammadiyah dalam naskah teater yang ditulis Didi Rizaldy. Sebab, naskah teater yang berjudul Naskah Teatrikal: Ceremonial Closing P2K UAD 2022 disebut Syauqi tidak sesuai dengan fakta sejarah masa-masa awal pendirian Muhammadiyah. Selain memberikan kritik, dia juga memberikan wacana tanding pada bagian yang dianggapnya keliru.
Kemudian, setelah membaca kritik Syauqi atas naskah teater yang ditulisnya, Didi merasa keberatan atas adanya tulisan Syauqi. Setelah itu, dirinya mengaku geram, sehingga mengajak Syauqi berkelahi.
“Dari sudut pandang pribadi kurang mengenakan. Aku tanya beberapa temanku, mereka bilang wajar apabila aku tersinggung,” terang Didi (14/9).
Kejadian tersebut bermula saat Didi menghubungi Syauqi melalui obrolan Whatsapp (10/9) setelah mengetahui tulisan Syauqi. Saat itu, dirinya mengajak Syauqi bertemu guna membicarakan tulisan opini yang baru saja diterbitkan di persmaporos.com. Atas kesepakatan bersama, keduanya bertemu di Kafe Basa-Basi UAD 4 pada malam harinya.
Menurut pernyataan Syauqi, belum lama sejak dirinya duduk di Basa-basi, Didi yang sudah terlebih dahulu datang malah mengajaknya berduel. Namun, ajakan adu jotos Didi ditolak Syauqi mentah-mentah. Sebab, Syauqi hendak mengetahui jawaban dari Didi terlebih dahulu ihwal kesalahan apa yang telah dia perbuat dalam tulisannya.
“Aku marah di situ, dia berjanji untuk membahas tulisanku di Poros, tapi ketika bertemu dia langsung mengajak bertengkar,” terang Syauqi.
Kendati demikian, Didi yang datang bersama enam orang tidak memberikan jawaban yang memuaskan di telinga Syauqi. Menurut keteranganya, Didi keberatan atas keseluruhan isi dan menuding bahwa apa yang ditulis Syauqi adalah suatu kesalahan.
“Kupikir, jawaban ‘semuanya’ dari dia sudah jadi bukti kalau dia tidak tahu dan sama sekali tidak hendak membahas tulisan itu, tapi memang diniatkan untuk bertengkar,” ujarnya.
Selanjutnya, belum lama cekcok antara Syauqi dan penulis naskah, salah seorang teman Didi melemparkan puntung rokok ke arah Syauqi. Peristiwa itupun memantik keributan antara kedua belah pihak meningkat dan berakhir karena dilerai oleh pihak kafe. Namun, sebelum berpisah, Didi sempat melontarkan ancaman ke Syauqi.
“Kalau seingatku nadanya begini: Awas saja kalau sampai kita bertemu di jalan, kuhabisi kau,” tutur Syauqi.
Lebih lanjut, kronologi yang diceritakan Syauqi juga diakui oleh penulis naskah sekaligus anggota Panitia Pusat (Panpus) P2K, Didi Rizaldy. Menurut penuturannya, saat itu dia tidak berpikir melalui segi keilmuan, melainkan dari segi kepentingan dirinya sendiri. Lebih lagi, Didi mengaku sedang banyak mengurus banyak hal, sehingga pikirannya terbagi.
“Ya betul sekali, bahkan dari duduk. Kalau dipikir lagi memang lucu, sih, ada ajakan dan ancaman seperti itu,” ungkap Didi.
Selain meminta tanggapan teman-temannya, Didi sudah menghubungi Panpus P2K UAD untuk membicarakan kritik dari Syauqi. Dirinya juga memberi tahu insiden keributan malam itu. Namun, sesuai keterangan Didi, pihak Panpus tidak ingin mengambil pusing permasalahan tersebut musabab tengah sibuk mengurus persiapan P2K.
“Tanggapan teman-teman teater dan panitia nggak bisa dipastikan memihak yang mana, yang jelas mereka cuma merespon: oh yaudah,” terang Didi.
Menanggapi preseden buruk yang menimpa dirinya, Syauqi menganggap itu sebagai penghinaan. Sebab, bagi Syauqi, dirinya telah membawa persoalan naskah teater ke meja hijau kritik karya, bukan ke medan tempur baku-pukul. Kemudian, dirinya juga menuturkan jika kerja-kerja intelektual dalam konteks kritik karya sudah menjadi hal biasa di dunia kesusastraan. Namun, penulis naskah justru menjelma menjadi seorang yang enggan untuk dikritik. Sebagai mahasiswa Sastra Indonesia, sama seperti Didi, Syauqi menilai jika peristiwa yang menimpanya disebabkan kesalahan dari pendidikan sastra secara khusus dan iklim studi di UAD secara umum.
“Adu jotos seolah jadi alternatif lain guna memecahkan masalah, bukan justru jalan yang sesuai dengan kaidah-kaidah kita sebagai mahasiswa. Jangan bikin UAD menjadi Universitas Adu Djotos,” terang Syauqi
Terakhir, Didi memutuskan untuk tidak lagi mengusung tema Muhammadiyah dalam naskah teatrikal yang akan dipertontonkan di depan ribuan mahasiswa baru UAD. Tokoh utama yang sebelumnya adalah Kiai Ahmad Dahlan, kini juga diubah menjadi tokoh muslim yang lebih umum. Akan tetapi, menurut pengakuan Didi, untuk keseluruhan makna dan esensi dari naskah tidak ada yang berubah.
Catatan: Pelemparan puntung rokok yang masih menyala itu diarahkan ke wajah Syauqi
Penulis : Nadya Amalia M.
Penyunting: Yusuf Bastiar
Menyibak Realita
สล็อต ทดลองเล่นฟรี พร้อมอัพเดทเกมใหม่วันแล้ววันเล่า ทดลองเล่นแล้ว ไม่ต้องลงทะเบียนเป็นสมาชิกเล่นได้ในทันที ไม่ยุ่งยาก ฝากถอนถึงที่กะไว้เว็บไซต์ของพวกเรา พีจีสล็อต
Apasih kelan. kritik boleh asal pelan, yang di kritik juga jangan sembarang pitam. Kalian intelektual, juga masih berkembang. Jadi sama pelan nya saja. Diketawain orang banyak tuhh wkwkwk