Antara Kaderisasi dan Tirani

Loading

Antara Kaderisasi dan Tirani

Oleh Moh Fathoni

Kita akui bahwa problem yang sangat fundamen adalah masalah pengkaderan setiap generasi dalam tiap periode belum berhasil sesuai dengan apa yang kita harapkan. Dalam pembicaraan berikut ini mengenai pengkaderan non-formal, artinya di luar Diklatsar atau  Diklanjut Jurnalistik, Perusahaan, Investigasi dan dalam sistem kaderisasi formal lainnya.

Tujuan dalam kaderisasi seperti umumnya, yaitu mengkader atau mendidik [doktrinisasi] anggota baru untuk mempersiapkan generasi berikutnya. Namun secara spesifik yakni bagaimana cara kita untuk dapat membentuk anggota baru tersebut menjadi:

a.       Peduli, menumbuhkan seseorang memiliki rasa atau sifat kepedulian dalam dirinya tentu tak semudah dengan menyodorkannya sebuah buku atau mempertontonkan padanya sebuah realita semata. Kepedulian ini termasuk kesadaran diri dalam merespon dan bersikap atas kejadian atau kenyataan yang ada. Peduli terhadap sesama manusia [humanistik] ataupun kepada alam [naturalistik].

·        Kepada sesama manusia: masyarakat, rakyat, yaitu, penggusuran, kasus HAM, kekerasan, politik, budaya, sosial, ekonomi

·        Kepada Alam: penebangan hutan, pencemaran alam, pemanasan global, dll.

b.      Militan, termasuk sikap berani, nekad, melawan, membela.

c.       Kritis, point ini merupakan terusan dari sikap peduli. Paradigma kritis ini penting ditanamkan pada setiap anggota LPM, baik anggota baru atau lama. Pentingnya karena sebagai modal penulisan dan penganalisaan pemberitaan.  

 

Melawan Tirani Kampus

Problem ini belum dibenturkan dengan kenyataan yang melingkungi LPM sendiri [wilayah kampus]. Otoritas pihak kampus yang tertuang dalam kebijakan-kebijakan pada organisasi misalnya, cenderung menyudutkan organisasi ini. Salah satu kebijakan yang selama ini diterapkan dalam keuangan, hal ini yang terjadi dalam LPM POROS UAD. Seperti penuturan pimpinan umumnya, bahwa dua tahun ini POROS benar-benar tidak bisa berbuat banyak, karena dalam pemberitaan naskah berita  atau print outnya harus diserahkan kepada pihak rektorat. Naskah ini, menurutnya sebagai syarat disetujuinya [di ACC] proposal dana penerbitan yang diajukan kepada rektorat.

Baca Juga:  Tambang Kars Kian Marak di Gunungkidul

Dalam kurun waktu itu POROS telah melakukan berbagai cara dengan harapan berita murni dari redaksi dan kembali hak kebebasan dalam berpendapat, memberikan informasi dan berorganisasi. Salah satu cara misalnya dengan mengeluarkan sebuah manifesto menolak perlakuan tersebut, namun dengan enteng ditanggapi dengan, “ya sudah kalau tetap tidak mau menyerahkan naskah berita tidak saya ACC dan seluruh fasilitas milik kampus harus dikembalikan, komputer, kamera, lemari semuanya,” demikian tegas PR III pada kami.

 Tidak itu saja, sewaktu suksesi pun pihak rektorat mencermati perkembangan POROS, antara lain setiap anggota kepengurusan dimintai datanya, mulai dari semester berapa, NIM sampai IPK-nya. Belum lagi saat kebijakan rektorat pada OSPEK yang tidak memberikan waktu dan kesempatan UKM dan organisasi kemahasiswaan lainnya memperkenalkan kepada mahasiswa baru. Karena system kegiatan tersebut dibuat oleh tim boneka rektorat. Ditambah lagi belakangan ini ada 2 mahasiswa UAD yang diskorsing selama 2 semester [1 tahun] pencabutan status dan hak-kewajibannya sebagai mahasiswa UAD.

Kebijakan dan beberapa kejadian di atas akan mempengaruhi anggota baru LPM.Sebab mereka akan merasakan hak dalam berorganisasi tidak dalam diri individu, mereka tidak melakukan semua sistem itu dari hatinya. Dalam  LPM sendiri, kita tahu bahwa tugas sebuah LPM adalah memberikan kebebasan kepada semua orang untuk berekspresi dan mengungkapkan kebenaran dari realita atas fenomena yang terjadi. mereka mendapat tekanan dari kebijakan birokrasi kampus yang tidak memberikan kepada mahasiswa untuk berhak untuk berpendapat.

Berbagai kenyataan tersebut membuat pengurus memutar otak untuk membentuk dan menanamkan paradigma dan orientasi serta doktrinasi pada anggota baru yang nantinya sebagai penyambung nasib LPM generasi berikutnya.  Usaha tersebut antara lain dengan pendekatan-pendekatan personal, yaitu dengan sistem “pegang”. Sistem ini merupakan semacam pembimbingan personal kepada anggota baru dengan interpersonal. Teruslah semaikan bibit-bibit masa depan perjuangan.

Persma Poros
Menyibak Realita