ARB Kembali Bergerak, Jegal Omnibus Law Disuarakan

Loading

Massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bergerak (ARB) kembali  turun ke jalan  untuk menolak Omnibus Law Rancangan Undang-undang Cipta Kerja (14/8). Aksi ini dilakukan mengingat DPR masih terus mempertahankan sikapnya melanjutkan pembahasan RUU tersebut. Padahal, Juli lalu, DPR sudah bersepakat untuk tidak melanjutkannya. Namun, di masa reses tersebut DPR tetap saja melakukan pembahasan.

“Mereka yang sudah menyalahi kesapakatan yang sudah dibuat itu, yang membuat kami pada akhirnya perlu ada urgensi untuk kembali turun ke jalan menjegal Omnibus Law sampai gagal,” ujar Lusi selaku Humas ARB

Ia juga menambahkan bahwa aksi ini sebagai upaya memberi tekanan politik serta menampik tanggapan pemerintah bahwa RUU Omnibus Law Cipta Kerja disetujui serta diterima oleh kebanyakan masyarakat.

Statement itu terlalu meng-generalisir karena masih ada di titik-titik api di pelbagai daerah yang melakukan perlawanan terhadap Omnibus Law,” imbuhnya.

Selain itu, Revo yang juga merupakan humas ARB beranggapan pemerintah sebenarnya tidak bisa meyakinkan rakyat sendiri, buktinya dengan digandengnya Influencer untuk menggiring opini publik. Padahal influencer tidak tahu mengenai inti sebenarnya dari RUU Omnibus Law Cipta Kerja  yang sedang dipermasalahkan.

“Inilah bentuk pesimisme pemerintah bagi kami, bahwa pemerintah sudah membohongi rakyat sendiri dengan menggunakan cara-cara yang bagi kami tidak etis,” jelasnya di sela-sela konferensi pers di persimpangan Gejayan (14/8).

Dalam rilis pers yang dibagikan ke masa aksi maupun masyarakat, dijelaskan bahwa RUU Omnisbus Law Cipta Kerja akan mengancam beberapa aspek, contohnya aspek lingkungan hidup. RUU ini memberikan kebebasan kepada korporasi untuk melakukan pembukaan lahan serta peluasaan usaha. Sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha bagi korporasi yang melakukan perusakan hutan dihilangkan dengan diganti sebatas  denda. Hal ini diperparah dengan penghapusan lembaga pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan maupun proses pemeriksaan perkara perusakan hutan. Akibatnya tidak ada rasa jera bagi korporasi yang melakukan perusakan lingkungan hidup.

Baca Juga:  Mewujudkan Hak Anak, SKMM Gelar Kegiatan Bersama

(Baca kajian lengkap ARB tentang RUU Omnibus Law Cipta Kerja di sini)

Aksi Gejayan Memanggil #JegalOmnibusLaw memiliki tujuh tuntutan yang disuarakan, yaitu 1) Gagalkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja; 2) Berikan jaminan kesehatan, ketersediaan pangan, pekerjaan,  dan upah yang layak untuk rakyat terutama di saat pandemi; 3) Gratiskan UKT/SPP dua semester selama pandemi; 4) Cabut UU Minerba, batalkan RUU Pertanahan, dan tinjau ulang RUU KUHP; 5) Segera sahkan RUU PKS; 6) Hentikan dwi fungsi TNI/Polri yang saat ini banyak menempati jabatan publik dan akan dilegalkan dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja; 7) Menolak otonomi khusus Papua dan berikan hak penentuan nasib sendiri dengan menarik seluruh komponen militer, mengusut tuntas pelanggaran HAM, dan buka ruang demokrasi seluas-luasnya.

Selain itu, ARB juga menyerukan solidaritas untuk, 1) Menolak rencana tambang pasir besi di Kulon Progo; 2) Menolak rencana pembangunan bendungan Bener; 3) Hentikan segala proyek infrastruktur yang menggusur penghidupan warga; 4) Menuntut adanya standardisasi terkait relasi/restrukturisasi kredit kendaraan bermotor, yaitu penundaan tanpa syarat pembayaran angsuran kredit kendaraan selama masa pandemi Covid-19.

Persma Poros
Menyibak Realita