Sabar Ya Sri…
Bukan suatu kesengajaan bila POROS hadir sedikit terlambat dari deadline. Goncangan studi dua minggu inilah (ujian) yang secara tak langsung berimbas. Praktis agenda POROS terhenti beberapa saat, namun itu bukan berarti berhenti semua. Komitmen yang kita bangun, orientasi yang kita tapaki, langkah yang terpatri, adalah penyangga kokoh menjalani proses panjang ini, perjuangan dengan mata pena. Keterlambatan sampai ditangan pembaca karena computer was formatted, jadi data-data POROS secara otomatis blank. “harap maklum data terhapus,” demikian akhirnya.
Islamisasi kampus sengaja kami angkat sebagai berita utama, karena itulah hotnews yang akan menjadi konsumsi publik di tataran civitas akademik UAD. Bagaimana kebijakan Rektorat tertanggal “17 Januari 2006” yang menjadikan dikotomi di tataran mahasiswa.
Tidak mudah memang untuk terjun dan ikut dalam proses di era keterbukaan seperti sekarang ini. Kekuasaan selalu mempunyai sikap yang mendua pada rakyatnya (mahasiswa). Dipuja, di kala ia butuh. Ditendang, dikala ia sudah berkuasa. Karena nasibnya yang seakan menderita, mahasiswa ini seakan tak punya atap untuk berteduh. Sewaktu-waktu dengan segudang kebijakan, mereka bisa digusur dari tanah di mana mereka berada. Walau tanah berpijak itu adalah tanah milik mereka juga. Siapa tahan di perlakukan demikian? Bukannya mereka mentaati peraturan, malah akan menjadi kucing-kucingan dengan kebijakan itu sendiri. Seorang Sri saja minggat, karena beberapa tahun lamanya hatinya selalu dilukai, dirojah-rejeh, diiris-iris dan dipermainkan. Apalagi beratus-ratus Sri yang ada di sini (UAD). Minggat atau berontak, apakah ini satu-satunya jalan! Jadi tak hanya Sri, mahasiswa pun bisa minggat, bahkan memberontak.
Akhirnya, inilah kinerja kami dengan besar harapan masih dapat sensitif terhadap realitas sosial di sekitarnya, dan tak hanya sekedar menjadi wacana saja.
Menyibak Realita
