JAK Tuntut Kejati DIY Tidak Tebang Pilih

Aksi Jaringan Anti Korupsi Jogja
Tri Wahyu perwakilan dari IDEA Yogyakarta tengah melakukan orasi didepan massa aksi (8/12) | Foto : Ilham

Loading

Persmaporos.com – Hari Anti Korupsi Sedunia yang berlangsung 9 Desember diperingati hari ini (8/12). Jaringan Anti Korupsi (JAK) melakukan aksi di depan kantor Kejaksaan Tinggi Negeri Daerah Istimewa Yogyakarta (Kejati DIY). Dalam aksi ini massa mengusung tema “Kejaksaan Tinggi DIY Tertutup, Tebang Pilih dan Penakut.”

Tema ini dipilih karena massa menilai kinerja Kejati tidak mengutamakan kepentingan rakyat. “Jangan menyikapi hukum tajam kebawah tumpul keatas,” kata Tri Wahyu selaku massa aksi dalam orasinya. Massa mengaku kecewa atas kasus-kasus yang ditangani Kejati. Seperti, kasus yang menjerat Idham Samawi, Manajer Persiba Bantul yang hanya diberikan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) sedangkan bendahara dan Direktur Utama PT Aulia Trijaya Mandiri Yogyakarta diputus bersalah oleh kejaksaan.

Ada juga kasus yang menimpa Ervani, seorang istri yang mengeluh di sosial media karena sikap pimpinan di tempat suaminya bekerja. Mulanya kasus ini diputuskan tak bersalah oleh pengadilan negeri Bantul. Namun Kejati DIY mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. “Kejati harus tegas dalam menangani kasus, tidak boleh tebang pilih,” ungkap Tri saat orasi.

Massa menilai Kejati menunjukan kinerja buruk ke publik yaitu melakukan tebang pilih dalam pemberantasan korupsi. “Yang disasar hanya kelas pion (bawah-red) sedangkan petingginya tidak diusut,” tutur Tri.

Tri Wahyu juga menyampaikan bahwa aksi ini bisa menjadi momentum pemberantasan korupsi dan mengingatkan politisi yang tidak anti korupsi karena mengingat besok akan digelar Pemilihan umum kepala daerah (Pilkada) serentak.

Dalam aksi ini massa meminta Ketua Kejati DIY, Tony Spontana, menemui mereka untuk audiensi. Massa memutuskan memasuki kantor Kejati dan melanjutkan orasi. Akhirnya, ada perwakilan massa yang diminta masuk untuk menemuinya. Hasilnya, Tony baru bisa melakukan audiensi setelah pilkada.

Baca Juga:  MKMU UAD dan Konstitusionalitasnya

Ini adalah kali ke empat JAK mengajukan audiensi namun semuanya ditolak. Sebelumnya Tony menolak melakukan audiensi lantaran ke luar kota. Tony menilai jika dilakukan audiensi dapat menimbulkan kegaduhan. “Audiensi kok bikin gaduh,” tanya Fariz Fachryan selaku koordinator umum dalam orasinya. Ia menghimbau sejatinya sebagai lembaga publik yang dibiayai oleh rakyat Kejati harus terbuka kepada publik. [Bintang]

Persma Poros
Menyibak Realita