Audiensi antara Perseroan Terbatas Taman Wisata Candi (PT. TWC) dan sejumlah pedagang asongan yang membahas larangan berjualan di zona II Candi Borobudur kembali dilakukan di kantor pusat PT.TWC Borobudur, Prambanan, Ratu Boko, Yogyakarta (22/7). Audiensi tersebut dihadiri oleh pedagang asongan dan perwakilan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta sebagai kuasa hukum para pedagang. Namun sayangnya, pada audiensi ini, pihak LBH tidak diperbolehkan masuk forum tanpa alasan oleh PT. TWC. Padahal, mereka sudah memegang surat kuasa untuk mendampingi para pedagang asongan.
“Padahal kami punya surat kuasa. Kami tanya alasannya, itu tidak ada, tidak ingin mengadakan forum itu ketika LBH ada di sana,” ujar kepala divisi riset dan keilmuan, LBH Yogyakarta, Lalu Muhammad Salim Iling Jagat.
Jagat menilai bahwa pihak PT. TWC yang merupakan bagian dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengabaikan keberadaan LBH Yogyakarta sebagai kuasa hukum para pedagang asongan. Ini dianggap menyalahi salah satu fungsi BUMN pada Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN sebagaimana tertulis “Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat”.
Sebelumnya, para pedagang asongan yang sempat berhenti berjualan di kawasan Candi Borobudur karena adanya pandemi Covid-19. Kemudian, setelah pariwisata di Candi Borobudur kembali dibuka, pedagang asongan diberitahukan untuk tidak boleh berjualan di zona II atau di depan Museum Karmawibhangga oleh pihak PT.TWC.
Para pedagang asongan yang berada di zona II tersebut, dialihkan sementara untuk berjualan di tempat parkir bus. Namun, di tempat parkir bus itu sudah ada pedagang asongan lain yang berjualan. Oleh karena itu, ketua umum serikat pariwisata Borobudur menilai hal itu berpotensi terjadinya konflik sosial.
“Sehingga teman-teman ini harus menyatu berbaur dengan pedagang asong yang ada di parkir bus, dan ini terjadi komplain juga dari pengkios karena asongan yang ratusan ini jualan jadi menutup kios gini di pintu keluar,” ungkap Wito Prasetyo selaku ketua umum serikat pariwisata Borobudur.
Sementara itu, adanya larangan berjualan di zona II Candi Borobudur karena dianggap mengganggu reputasi PT.TWC dan kawasan tersebut akan steril dari kegiatan usaha komersial. Namun begitu, tidak ada penjelasan lebih lanjut dari pihak terkait.
“Biar warga juga tahu informasinya, biar pedagang-pedagang asongan tahu nasibnya. Kalau tidak ada kebijakan, kan, kita tidak tahu nasib kita bagaimana,” kata Jagat.
Hingga saat ini, audiensi yang lakukan PT.TWC tidak sesuai dengan harapan para pedagang asongan. Sebab, yang diharapkan oleh para pedagang asongan bisa berjualan di zona II seperti dahulu.
Penulis: Luthfi Adib (magang)
Penyuting: Dilla Sekar
Menyibak Realita
1 Comment