Maladministrasi Proyek Pembangunan Bendungan Bener dan Rencana Penambangan Kuari di Desa Wadas

Loading

Dalam diskusi berjatuk Perjuangan Warga Wadas Melawan Penambangan, Dhanil Al Ghifari selaku perwakilan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta mengungkapan bahwa sejak awal sosialisasi, konsultasi publik, hingga keluarnya Izin Penepatan Lokasi (IPL), secara tegas warga Wadas menyatakan menolak terkait adanya rencana penambangan bantuan andesit di desa Wadas.

“Kita patut apresiasi perjuangan warga, sampai saat ini masih tetap semangat, kompak dalam menjaga ruang hidup dan lingkunganya,” ungkap Dhanil (29/03).

Lebih lanjut, dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Kader Hijau Muhammadiyah (KHM) dan Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah (IMM) se Yogyakarta, Dhanil juga menyoroti proses pengadaan tanah yang dilakukan pemrakarsa. Apabila dilihat secara normatif legalitas hukum, menurutnya, ada proses maladministratif. Pasalnya, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) Pembangunan Bendungan Bener dengan AMDAL penambangan kuari di Wadas dijadikan satu. Kemudian, jika mengacu pada Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup (LH) Nomor 5 tahun 2012, seharusnya pemotongan bukit dengan volume lebih dari 500.000 m3 sudah semestinya menggunakan AMDAL tersendiri.

“Tapi, realitanya memang AMDAL kuari dengan AMDAL Pembangunan Bendungan Bener dijadikan satu, sehingga ada proses penyelundupan hukum di situ,” ungkapnya pada peserta diskusi.

Sementara itu, kalau mengacu pada lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup, penambangan kuari dalam kasus Wadas ini ialah pemotongan bukit untuk menyokong kebutuhan material untuk pembangunan bendungan adalah dua jenis usaha atau kegiatan yang berbeda.  

Kemudian, disebutkan pula bahwa pemotongan bukit masuk ke dalam  jenis usaha atau kegiatan Bidang Multisektor alias berisi jenis kegiatan yang bersifat lintas sektor. Sedangkan pembangunan bendungan termasuk dalam jenis usaha atau kegiatan Bidang Pekerjaan Umum berupa kegiatan pada bidang Pekerjaan Umum. Tentu kegiatan ini mempertimbangkan skala atau besaran kawasan perkotaan (metropolitan, besar, sedang, kecil) yang menggunakan kriteria yang diatur dalam peraturan perundangan yang berlaku untuk mengatur tentang penyelenggaraan penataan ruang.

Baca Juga:  Cacat Prosedural, Aspirasi Warga Tidak Didengar, Hingga Rezim Pengadaan Tanah Mengancam Kehidupan Rakyat Wadas

Tidak hanya itu, berkaitan dengan izin, Dhanil mengaku selama LBH Yogyakarya melakukan pendampingan hukum kepada warga Wadas, pihaknya tidak menemukan izin eksplorasi maupun izin oprasi produksi dari rencana penambangan kuari di Desa Wadas. Justru rencana penambangan di Wadas malah dijadikan satu dengan proyek pengadaan tanah oleh pemerintah. Padahal, jika mengacu pada UU  Nomor 2 tahun 2012 pertambangan tidak masuk dalam proses pengadaan tanah dan seharusnya terpisah. Sebab, menurut Dhanil, ada izin tersendiri berupa Izin Usaha Pertambangan (IUP) eksplorasi sampai dengan izin operasi produksi.

“Kita menilai bahwa ada penyelundupan hukum, lagi-lagi di sini,” tegas Dhanil.

Lebih lagi, dari proses penyusunan AMDAL warga Wadas tidak pernah dilibatkan. Padahal, prosedur melibatkan elemen masyarakat sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan yang menyatakan bahwa dalam proses AMDAL dan izin lingkungan, masyarakat wajib dilibatkan. Namun, dalam tataran praktis, warga Wadas tidak pernah dilibatkan dalam penyusunan AMDAL sampai dengan keluarnya IPL.

“Dalam prosesnya kami menganggap terkesan manipulatif,” pungkas Dhanil.

 

Penulis: Yusuf Bastiar

Penyunting: Dyah

Persma Poros
Menyibak Realita