Mendiskusikan Kematian Munir Said Thalib

Loading

persmaporos.com- Suciwati sebagai istri Munir menilai peristiwa pembunuhan suaminya itu adalah pembunuhan yang kejam. Menurutnya, pelaku masih bebas berkeliaran sekaligus kasus ini susah diungkap sampai hari ini. “Penjahat lebih kuat daripada orang nomer satu di Indonesia (Presiden-red),” ujarnya saat menjadi pembicara pertama.

Perempuan kelahiran Malang ini menambahkan bahwa persoalan di Indonesia selalu melindungi para penjahat. Akhirnya, hari ini orang bingung mana yang benar, dan penjahat  dengan mudah menguasai ruang publik untuk memutarbalikkan fakta.

“Nyawa manusia tidak ada pada otak mereka, dan hari ini dipertontonkan dengan tidak malu-malu,” imbuh Suciwati.

Social Movement Institut, Aksi Kamisan Yogyakarta dan elemen pendukung lainnya, mengadakan kegiatan Pembacaan Hasil Investigasi Tim Pencari Fakta (TGF) Munir sekaligus Diskusi bertajuk Jalan Panjang Keadilan untuk Cak Munir. Acara yang digelar di Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) ini dibuka dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya.

Usai pembacaan TGF Munir, diskusi berlangsung sekitar dua jam. Diskusi yang dilaksanakan di Ruang Sidang Utama FH UII ini dipandu oleh Farhan Fahreza didampingi pembicara Suciwati, istri Munir, Yogi Zul Fadhlil dari Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta, dan Raihan Ibrahim mewakili Aktivis Aksi Kamisan Yogyakarta.

Yogi  Zul Fadli selaku Direktur LBH Yogyakarta mengutarakan, jika pemufakatan jahat ini dilakukan secara institusional dan pembunuh mengunakan institusi resmi negara untuk memuluskan aksi pembunuhan ini.

Yogi juga menambahkan, jika sampai hari ini tidak ada proses hukum yang  tuntas dan pelaku lapangan tidak pernah diungkap, menurutnya negara melindungi mereka yang kuat, hukum berjalan secara formalitas saja, tidak berorientasi pada keadilan.

“Keadilan bukan untuk Munir dan masyarakat. Hukum sebagai legitimasi untuk melindungi elit pelaku terhadap Munir,” ujar Yogi.

Baca Juga:  Pemilwa Berlanjut, KPUM Adakan Putaran Kedua

Pembicara ketiga Raihan Ibrahim mengatakan, jika melihat pembacaan TGF menjadi satu alasan kita untuk golput dan hal-hal lainnya, bahkan menyesal memilih Jokowi atau Prabowo yang sama saja.

Mahasiswa yang studi di salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta ini menjelaskan,  orang yang dibunuh adalah orang yang berbahaya bagi kekuasaan. Munir menjadi tokoh yang masif dan bersikap tegas terhadap kekuasaan pada saat itu.

 “Munir bisa sebagai orang radikal menurut perpekstif pemerintah hari ini,” ucap Farhan.

Di penghujung acara, Suciwati berpesan agar memberikan batas karena selama ini sudah selalu membuka ruang yang terus menyakiti kemanusiaan dan korban. Bahkan, menurutnya saat ini penjahat HAM sering masuk kampus-kampus.

“Kalau ada penjahat HAM yang masuk kampus kita harus demo, tolak masuk kampus saya,” pungkas istri Munir.

Ringkasan Dokumen TPF Munir

Dilansir dari Tempo.co, dokumen TPF Munir yang dibacakan bergiliran oleh enam aktivis ini berisi sebagai berikut:

TPF terdiri dari lima bab yang menjelaskan secara urut dan runut hasil investigasi tim atas kematian Munir.

Munir Said Thalib tewas dalam penerbangan ke Amsterdam pada 7 September 2004. Ia tewas dua jam sebelum pesawat mendarat di Bandara Schipol, Amsterdam pukul 08.10 waktu setempat. Hasil otopsi kepolisian Belanda dan Indonesia menemukan Munir tewas karena racun arsenik.

Setelah penyelidikan, kepolisian menetapkan pilot Garuda Indonesia Pollycarpus Budihari Priyanto menjadi tersangka pembunuhan pada 18 Maret 2005. Majelis hakim Pengadilan Negeri Pusat memutus ia bersalah dan menghukumnya 14 tahun penjara pada 12 Desember 2005.

Setelah mendapat banyak remisi, Pollycarpus akhirnya bebas. Adapun dalang pembunuhan Munir hingga saat ini tak terungkap.

Dalam dokumen TPF disebut beberapa nama seperti Muchdi Pr dan Mantan Kepala BIN Hendropriyono. Ada pula nama Bambang Irawan.

Baca Juga:  29 Tuntutan AMPUH Yogyakarta: Kesetaraan Gender, Perampasan Tanah, Buruh, dan Pendidikan Menjadi Isu Pokok

TPF dalam rekomendasi meminta kepolisian menindaklanjuti pemeriksaan kepada orang-orang tersebut. Muchdi Pr sempat menjalani sidang, namun akhirnya bebas.

Dokumen TPF ini memang masih menjadi polemik lantaran pemerintah menyatakan tidak menguasai dokumen tersebut. Padahal, mantan anggota TPF sekaligus mantan Menteri Sekretaris Kabinet di era Pemerintahan SBY, Sudi Silalahi, juga telah menyerahkan salinan dokumen tersebut.

Penulis: Adil

Editor: Royyan

Persma Poros
Menyibak Realita