Mengabdi untuk Anak-anak

Loading

Dunia anak bukanlah lingkungan yang baru setahun atau dua tahun dikenal Desi. Mahasiswi asal Ambon tersebut sejak kecil sudah memiliki minat yang tinggi terhadap dunia anak dan literasi. Saat masih duduk di Kelas I Sekolah Menengah Pertama (SMP), Desi telah mendirikan rumah bacanya sendiri. Di teras rumahnya, Desi menata buku-buku yang ia miliki dan menamainya Rumah Baca Uswatun Hasanah. Kecintaan membaca dalam diri Desi telah ditanamkan ibunya sejak ia kecil. Ibunya yang berprofesi sebagai seorang guru taman kanak kanak tersebut sering membacakan dongeng-dongeng kepadanya. Selain itu, koleksi buku bacaan di rumahnya pun memang cukup banyak saat itu.

Membaca buku adalah salah satu hal yang sangat menyenangkan bagi Desi. Karena itu, ia ingin membagi hal yang menyenangkan tersebut kepada anak-anak di sekitar tempat tinggalnya. Ia juga menganggap membaca buku dapat menjadi salah satu cara untuk menghibur diri dan melupakan sejenak konflik agama yang terjadi di Ambon saat itu.

“(Dengan literasi-red) banyak yang bisa mereka dapat, mereka baca, saya pikir itu bisa menjadi salah satu yang membuat kita move lah dari kejadian (konflik-red) itu,” ungkap Desi.

Untuk menarik anak-anak datang ke rumah baca, Desi membuat kelompok belajar Bahasa Inggris bersama teman-teman sebaya di kampungnya. Sehingga, kegiatan di rumah baca itu menjadi lebih banyak dari hanya membaca buku.

Setelah berjalan beberapa lama, Desi berniat memperbanyak buku bacaan di rumah bacanya sehingga informasi dan ilmu yang dipelajarinya dan teman-temannya bisa semakin luas. Namun, hal tersebut terkendala karena terbatasnya toko buku di daerahnya. Oleh karena itu, ia menabung uang hasil menjual jajanan buatannya bersama sang ibu untuk membeli buku-buku baru. Desi ingat, uang pertama yang ia hasilkan sejumlah 150 ribu rupiah. Uang itu pun dikirimkan kepada saudaranya yang berkuliah di Kota Yogyakarta guna membeli buku bacaan yang baru.

Saat kelas III SMP, Desi diangkat menjadi duta anak tingkat kabupaten karena karya tulisnya tentang anak-anak dan lingkungan. Ia pun diamanatkan menjadi duta anak Provinsi Maluku hingga didelegasikan untuk mengikuti pertemuan Forum Anak Nasional di Tangerang. Pada 2010, Desi menjadi Ketua Forum Anak Provinsi Maluku dan sangat gencar untuk mengkampanyekan soal hak-hak anak.

“Yang aku ingat banget itu, kita kayak turun ke jalan. Kita menyampaikan pesan-pesan perdamaian, karena kita daerah konflik di masa lalu, ya,” ungkapnya.

Berkat keaktifannya tersebut, pada 2012, Desi meraih penghargaan Tunas Muda Pemimpin Indonesia untuk kategori Anak-Anak yang Aktif Mengkampanyekan Isu Anak dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Meski kini kuliah di kota yang jauh dari tanah kelahiran, Desi tetap disibukkan dengan kegiatan bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Ia diamanatkan menjadi fasilitator partisipasi anak nasional.

 “Nah, dari fasilitator anak itu saya punya kesempatan untuk pergi ke banyak daerah untuk mendampingi anak-anak untuk isu-isu pemenuhan hak anak,” ungkapnya.

Rumah Baca Anak di Lereng Merapi

Berangkat kuliah di Kota Pelajar, Yogyakarta, tak memutuskan kebiasaan Desi bersama dengan Rumah Baca Uswatun Khasanah yang ia dirikan. Di sebuah desa di lereng Gunung Merapi, Desi ikut menyelamkan diri dalam kegiatan relawan pendidikan yang akhirnya dikenal sebagai Rumah Baca Anak Lereng Merapi.

Baca Juga:  Yang Harus Dibabat, yang Harus Disokong

Terletak di Kawasan Rawan Bencana (KRB), Relokasi Pelem, Desa Girikerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, rumah baca yang berdiri sejak 2013 tersebut awalnya adalah salah satu kegiatan pengabdian yang diinisiasi mahasiswa Universitas Islam Indonesia (UII) yang tergabung dalam organisasi Lembaga Eksekutif Mahasiswa. Baru di tahun berikutnya Desi memegang penuh kegiatan di Rumah Baca tersebut. Desi memulai dengan membuat kurikulum pembelajaran bagi anak-anak di desa itu.

“Minimal (Rumah Baca Anak Lereng Merapi-red) mengenalkan anak-anak pada ilmu yang mereka nggak dapatkan di sekolah,” kata Desi.

Dalam membuat kurikulum tersebut Desi banyak bertemu dan berdiskusi dengan pegiat pendidikan. Ia pun aktif mengajak warga berdiskusi tentang apa yang dibutuhkan anak-anak di Relokasi Pelem. Tak lupa ia juga berdiskusi bersama anak-anak untuk lebih memahami dan mempelajari kebutuhannya. Hal tersebut dilakukan agar rumah baca tidak bersifat satu arah, tidak hanya melibatkan relawan rumah baca tapi juga bekerja sama dengan masyarakat setempat, karang taruna, dan anak-anak yang ada di sana.

“Jadi saya rombak di tahun kedua itu. Saya benar-benar assesment ulang (kurikulumnya-red),” jelas Desi.

Desi banyak menyempatkan diri berdiskusi bersama orang tua di desa tersebut. Terutama yang merasa memiliki masalah dalam hal pendidikan dan tumbuh kembang anak.

“Saya memang terbuka kalau memang orang tua di sana mereka butuh untuk sharing,” tuturnya. Ia pun belajar banyak hal dari setiap orang tua terkait tumbuh kembang anak.

Saat ini, Rumah Baca Anak Lereng Merapi sudah berjalan mandiri dengan pengelolanya adalah anak-anak setempat. Sementara itu, Desi dan relawan-relawan sebelumnya kini hanya menjadi fasilitator.

“Jadi sekarang apa-apa kita partner. Kita sekarang akhirnya memutuskan sesuatu dengan berdiskusi (dengan anak-anak tersebut-red) bukan keputusan sepihak dari orang dewasa,” sambungnya.

Bagi Desi, rumah baca adalah wadah untuk anak-anak memahami diri dan lingkungan sekitar mereka, juga sebagai wadah penguatan karakter anak. Tetapi, rumah baca tersebut bagi Desi hanya sebatas cara orang dewasa memberi ruang literasi untuk anak-anak, sehingga bisa saja suatu saat berubah sesuai dengan kebutuhan anak-anak di masa depan.

“Ketika mereka sudah besar dan mereka ingin membuat sesuatu yang lain, ya, monggo. Karena kami nggak bisa memaksakan cara orang dewasa dipakai oleh anak-anak terus-terusan. Kita harus membiarkan imajinasi mereka terbang bebas. Selama untuk memfasilitasi kegiatan positif, ya, gapapa,” ujar Desi.

Desi berharap kedepannya anak-anak dapat memegang peran-peran strategis di desa guna membangun desa dan masyarakatnya menjadi lebih baik.

“Ekspetasi saya adalah anak-anak tumbuh dan mencintai desa mereka. Maksudnya, ya, mereka akhirnya memilih berdaya di desa. Bagaimana memberdayakan masyarakat di desa,” jelas perempuan yang kerap dipanggil Mbak Ambon.

Kendati dinamakan Rumah Baca Anak Lereng Merapi, tak berarti kegiatannya hanya berupa membaca buku. Desi menumpahkan makna yang lebih luas bagi kegiatan literasi di Rumah Baca Anak Lereng Merapi. Literasi yang dimaksudkan adalah bagaimana membuka ruang untuk informasi literatur bisa sampai kepada anak-anak. Anak-anak bisa belajar tidak melulu melalui buku, namun bisa dari alam dan juga lingkungan masyarakat sekitar. Desi menjelaskan bahwa dalam kurikulumnya ada tiga macam literasi yakni literasi buku, literasi alam, dan literasi masyarakat. Menurut Desi, mengenalkan anak-anak dengan lingkungan sekitarnya bisa merangsang daya kritis mereka.

Baca Juga:  RUU Pertanahan Akan Diskriminasi Warga Urut Sewu dan Daerah Lain

Desi Rahmawaty a.k.a Mbak Ambon

Lahir                                      : Masohi, 24 Desember 1994

Profesi                                   : Mahasiswa Farmasi UII dan Fasilitator Partisipasi Anak Nasional

Pengalaman relawan              : – Relawan pendidikan di Rumah Baca Anak Lereng Merapi (2014-sekarang)

                                                 – Relawan di Sahabat Kapas (Fasilitator Pendampingan Anak berhadapan dengan
                                                    hukum) di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) (2015-2018)

                                               – FCTC Warrior di Yayasan Lentera Anak (Kampanye Pengendalian Tembakau) [2017]

                                                 – Relawan Narasumber Ruang Berbagi Ilmu (2016-2017)

Organisasi                      :    – Koordinator Ikatan Alumni Tunas Muda Pemimpin Indonesia, KEMENPPPA, Republik
                                                  Indonesia (2016-sekarang)

                                               – Staf Ahli Kajian Strategis dan Advokasi, Ikatan Senat Mahasiswa Farmasi Seluruh
                                                  Indonesia (2014-2016)

                                               – LPM Himmah, UII (2012-2016)

                                               – Klinik Advokasi dan Hak Asasi Manusia, UII (2014-2015)

Penghargaan : – Tunas Muda Pemimpin Indonesia, KEMENPPPA (2012)

Penulis: Nurrahmawati

Persma Poros
Menyibak Realita