Turunnya indeks demokrasi di Indonesia sejak 2015 tak lagi mengagetkan saya. Bukan tanpa alasan, banyaknya kasus yang terjadi akhir-akhir ini membuat saya sudah mengira hal ini terjadi. Mengutip dari laman Tempo.co (23/1), The Economist Intelligence Unit (The EIU) melaporkan bahwa pada 2020 indeks demokrasi indonesia menurun secara terus menerus sejak 2015. Pada laporan tersebut Indonesia mendapatkan skor 7,92 untuk pemilu dan pluralisme, 7,50 untuk fungsi dan kinerja pemerintah, 6,11 untuk partisipasi politik, 4,38 untuk budaya politik, dan 5,59 untuk kebebasan sipil. Hadeuh!
Berbicara mengenai kebebasan sipil, akhir-akhir ini ramai diperbincangkan mengenai penghapusan beberapa karya mural di tembok pinggir jalan. Hal ini adalah secuil contoh kecil dari rapuhnya demokrasi dan kebebasan berekspresi di Indonesia. Mural-mural seperti ‘Tuhan Aku Lapar’, ‘Jokowi 404: Not Found’, ‘Merdeka Ataoe Mati’, ‘Dibungkam’, dan ‘Stop Represi’ sekarang sudah dihapus oleh aparat. Bahkan, kembali mengutip dari Tempo (20/8), Deka Sike yang menggambar mural ‘Tuhan Aku Lapar’ sangat terkejut ketika rumahnya didatangi polisi. Menurutnya, muralnya hanyalah bentuk ekspresi dan keluhan kepada Tuhan. Lalu, apa hubungannya dengan aparat dan negara? Padahal, kegiatan menggambar mural yang menjadi kegiatan berekspresi ini juga dilindungi Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang berbunyi, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum. Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi”, dan Undang-undang Tahun 1999 No. 39 pasal 22 ayat 3 yang berbunyi, “Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.” Membatasi kegiatan berekspresi menurut saya memang boleh-boleh saja, namun jika dilakukan dengan sewenang-wenang, itu yang bermasalah.
Padahal, setelah saya telusuri di Internet dan sumber lainnya juga menengok beberapa karya mural di daerah tempat saya tinggal, gambar mural tersebut hanya berisi kritik, keresahan masyarakat, dan suara-suara yang meminta pemerintah untuk lebih menaruh perhatian pada rakyat; tak mengandung SARA dan tak menyerang masalah pribadi para elit politik. Lantas mengapa kegiatan berekspresi ini malah berujung dengan tindakan represif? Para penggambar mural—atau yang sering kita sebut muralist—diperlakukan layaknya seorang kriminal yang melakukan kejahatan keji. Penghapusan karya-karya mural dan penangkapan para muralist malah menjadi bukti bahwa kita sedang berada di bawah kekuasaan pemerintah yang antikritik, represif, sewenang-wenang, dan abai pada rakyatnya.
Selain itu, tingkah aparat yang represif jauh dari ungkapan bahwa aparat bertugas untuk mengayomi masyarakat. Aparat tak seharusnya jadi lawan masyarakat dan/atau benteng mereka yang sedang duduk atau tidur saat rapat di gedung pemerintahan. Sudah jelas, tugas aparat adalah mengayomi, bukan merepresi. Apalagi mencoba membenarkan apa yang mereka lakukan dengan dalih-dalih bualan bahwa kegiatan berekspresi seperti ini adalah tindakan provokatif. Dari sana, sebuah pertanyaan muncul di kepala saya, yang sampai sekarang belum saya ketahui jawabannya, “sebenarnya, apa yang sedang mereka (aparat) lindungi?”.
Namun, para muralist ini masih kalah jauh dengan ‘Sang Seniman’ yang sebenarnya; yang seharusnya dihentikan, yang sebenarnya merusak.
Lantas, siapa ‘Sang Seniman’ sebenarnya?
Tak perlu saya sebutkan, pembaca cukup membaca sampai tulisan ini selesai, maka pembaca sekalian akan menemukan siapa tokoh di balik Sang Seniman tersebut.
Perusakan lingkungan dengan dalih pembangunan makin tak bisa dikendalikan. Kegiatan yang seringkali hanya menguntungkan pihak tertentu membuat ekosida dan konflik seringkali terjadi. Kasus-kasus seperti pemberian izin tambang di Pulau Sangihe dengan luas setengah dari pulau tersebut yang melanggar UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, kasus penambangan batuan andesit di Desa Wadas yang berpotensi merusak alam dan ekonomi warga dengan izin pembaruan yang cacat prosedural, juga pembakaran hutan untuk penanaman kelapa sawit yang berpotensi buruk bagi kualitas udara adalah contoh-contoh karya seni buatan ‘Sang Seniman’. Tak butuh tembok pinggir jalan, mereka gunakan bumi yang seharusnya dilestarikan jadi kanvas mereka. Pohon-pohon ditebang, hutan-hutan dicukur gundul dan dibakar untuk didesain sebagaimana mereka mau; diwarna sebagaimana mereka suka; dibentuk sebagaimana menguntungkan untuk mereka.
Pada kasus lain, dilansir dari CNN Indonesia (5/4), Penyebab banjir bandang dan longsor yang terjadi di 10 Kabupaten/Kota di NTT salah satunya dipicu oleh kerusakan lingkungan. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menyebutkan bahwa kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh alih fungsi lahan, pertambangan, dan pembalakan liar yang berdampak pada eskalasi banjir.
Tak cukup dengan dengan merugikan lingkungan dan manusia, Kebijakan Sang Seniman ini juga mulai mengepakkan karyanya pada kehidupan fauna. Sebagai contoh, pembangunan proyek Jurrasic Park di Taman Nasional Komodo yang berpotensi merusak habitat komodo yang hidup di sana. Menengok ke belakang, saya teringat dengan gambar seekor komodo yang berhadapan dengan truk bermuatan alat-alat kontruksi untuk pembangunan proyek Jurrasic Park ini. Tentu ini adalah hal yang memprihatinkan mengingat komodo adalah salah satu situs warisan dunia UNESCO dan harusnya menjadi kawasan konservasi. Pembangunan proyek Jurrasic Park ini tak lain menurut saya hanya upaya mencari keuntungan semata, yang dalam pelaksanaannya malah merusak habitat dan alam.
Ya, dan Sang Seniman itu bernama pemerintah; yang alpa dengan moralnya.
Banyak Pekerjaan Rumah yang Harus Diselesaikan, Pemerintah Alih-alih Mengurusi Urusan Mural!
Sedikit contoh dari banyaknya permasalahan di Indonesia harusnya menjadi titik fokus pemerintah dalam memperbaiki negara alih-alih mengurusi urusan mural. Permasalahan seperti pelanggaran HAM, konflik agraria, ekosida, kesenjangan sosial, kemiskinan, tidak meratanya pendidikan di kota dan pelosok desa, sulitnya sistem birokrasi, ketimpangan hukum, masalah ekonomi, hoaks yang merajalela, dan kebijakan selama pandemi yang mencla-mencle adalah contoh-contoh permasalahan yang seharusnya dipikirkan oleh pemerintah. Mengapa malah mural?
Sekali lagi, mengapa malah mural?
Saya bahkan tidak melihat ada urgensi di dalamnya. Jika mural merupakan sesuatu yang provokatif, lalu siapa yang sedang terprovokasi? Substansi apa yang membuat kegiatan berekspresi ini terkesan mengancam mereka? Hal ini dapat memunculkan dugaan bahwa ada ketakutan di dalam diri rezim yang tengah berkuasa dan penyangkalan bahwa rakyat sudah muak dengan permainan-permainan politik mereka.
Pemerintah harus lebih mau membuka mata bahwa negara ini adalah rumah bersama, bukan hanya tentang orang atau kelompok tertentu. Dan yang terpenting, aparat harus berhenti menangkap para muralist yang hanya menyuarakan keresahan maupun kritik. Toh, hasil karya pemerintah lewat proyek-proyek yang disokong korporasi yang justru merusak lingkungan jauh lebih berbahaya dan lebih memprovokasi rakyat untuk terus menentang ketidakadilan.
Penulis: Siti U. Sholichah (Anggota Magang Poros)
Penyunting: Adil
Ilustrator: Siti U. Sholichah
Menyibak Realita
238633 770135Hello, you used to write wonderful, but the last few posts have been kinda boringK I miss your great writings. Past several posts are just a bit out of track! come on! 464311
If you are going for best contents like I do, just pay a
visit this website all the time for the reason that it provides
feature contents, thanks
Simply desire to say your article is as amazing. The clearness for your post is just cool and i can think
you are knowledgeable on this subject. Fine along with your permission let me to grasp your RSS feed to stay updated with drawing close post.
Thanks a million and please continue the gratifying
work.
Hey would you mind letting me know which web host
you’re utilizing? I’ve loaded your blog in 3 completely different browsers and I must say this blog loads a
lot faster then most. Can you recommend a good hosting provider at a fair price?
Many thanks, I appreciate it! ps4 games https://j.mp/3z5HwTp ps4
I think the admin of this website is in fact working hard in favor
of his website, because here every stuff is quality based information. scoliosis surgery https://coub.com/stories/962966-scoliosis-surgery scoliosis surgery
First off I would like to say wonderful blog! I had a quick
question that I’d like to ask if you do not mind. I was interested to know how you center yourself
and clear your head prior to writing. I’ve had a hard time clearing my mind
in getting my ideas out there. I truly do enjoy writing but it just seems like the first 10 to 15 minutes are wasted just trying
to figure out how to begin. Any ideas or hints? Appreciate it!
quest bars https://www.iherb.com/search?kw=quest%20bars quest bars
I’m impressed, I have to admit. Rarely do I come across a
blog that’s both equally educative and interesting, and without a doubt,
you’ve hit the nail on the head. The problem is an issue that too few folks are speaking intelligently about.
I am very happy I came across this in my hunt for something regarding this.
cheap flights http://1704milesapart.tumblr.com/ cheap flights
Hurrah! In the end I got a blog from where I know
how to in fact obtain useful facts concerning my study and knowledge.
asmr https://app.gumroad.com/asmr2021/p/best-asmr-online asmr
I’m extremely impressed with your writing skills and also
with the layout on your blog. Is this a paid theme or did
you customize it yourself? Anyway keep up the excellent quality writing, it
is rare to see a great blog like this one today. quest bars http://bitly.com/3C2tkMR quest bars
Hello, just wanted to mention, I loved this blog post. It was funny.
Keep on posting! scoliosis surgery https://0401mm.tumblr.com/ scoliosis
surgery
Aw, this was an incredibly nice post. Taking a few minutes and actual effort to produce a really good
article… but what can I say… I hesitate a whole lot and don’t manage to get anything done.