Pegiat Pers Yogyakarta Tuntut Remisi Pembunuh Jurnalis Prabangsa

Loading

     Kamis, 24 Januari 2019 Aliansi Jurnalis Independen (AJI) beserta jaringan masyarakat sipil dan pers mahasiswa di Yogyakarta menggelar aksi damai guna mendesak Presiden Joko Widodo agar mencabut remisi pembunuh jurnalis AA Narendra Prabangsa, di Titik Nol Kilometer Yogyakarta.

     Vito Agustin dari LBH Pers Yogyakarta menyatakan bahwa mereka kecewa dengan yang dilakukan Presiden Joko Widodo terkait pemberian remisi kepada otak pembunuhan jurnalis Radar Bali.

   “Kami sangat kecewa dengan apa yang dilakukan Jokowi, karena memberikan remisi kepada seorang otak pembunuhan akan memberikan preseden buruk,” ungkap Vito.

      Desember 2018 lalu, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Keppres Nomor 29 tahun 2018 tentang Pemberian Remisi Perubahan dari Pidana Penjara Seumur Hidup Menjadi Pidana Sementara untuk Susrana terpidana kasus pembunuhan jurnalis Radar Bali AA Narendra Prabangsa.

     Susrama diadili karena melakukan pembunuhan terhadap Prabangsa yang mengaitkannya pada berita-berita dugaan korupsi dan penyelewengan dalam harian Radar Bali. Berdasarkan hasil penyelidikan polisi, pemeriksaan saksi dan barang bukti di persidangan menunjukan bahwa Susrama adalah otak di balik pembunuhan itu.

     Dalam aksi tersebut, AJI Yogyakarta juga mempertanyakan komitmen Presiden Joko Widodo dalam memberantas korupsi.

       Di samping itu, Koordinator Divisi Advokasi AJI Yogyakarta, Tommy Apriando juga mengatakan, pemberian remisi mengancam kebebasan pers. Menurutnya banyak kasus yang belum dituntaskan di rezim pemerintahan.

     “Jika kemudian Jokowi tidak segera melakukan pencabutan terhadap kepres tersebut, maka dengan ini kami menyatakan Presiden Jokowi adalah musuh dari kebebasan pers, dan musuh terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia,” tuntut Tommy dengan tegas.

         Dalam aksi tersebut, massa menyuarakan empat tuntutan sebagai berikut :

  1. Mengecam kebijakan Presiden Joko Widodo yang memberikan remisi kepada pelaku pembunuhan keji terhadap jurnalis.
  2. Kebijakan pengurangan hukuman oleh presiden itu melukai rasa keadilan, tidak hanya bagi keluarga korban, tapi jurnalis di Indonesia.
  3. Mendesak Presiden Joko Widodo mencabut keputusan Presiden pemberian remisi terhadap Susrama.
  4. Mendesak presiden Joko Widodo mencabut Keppres Nomor 29 tahun 2018 dalam waktu 7×24 jam.
Baca Juga:  KPR Tuntut Pembentukan Partai Massa Rakyat

     Vito menambahkan, pemberian remisi di tahun-tahun politik harus dikritisi. Jangan sampai pemerintah melakukan pencitraan. Hal ini karena, pemberian remisi tanda kemunduran dari upaya penegakan hukum, dan mengancam kebebasan pers di indonesia.

       Harapannya kasus pembunuhan jurnalis yang sampai di meja hijau bisa menjadi contoh untuk kasus-kasus yang lain. Sedangkan alasan remisi  dari presiden melalui Kementerian Hukum dan HAM, bahwa pelaku telah melakukan perbuatan menjadi lebih baik, dan untuk mengurangi jumlah nara pidana tidaklah logis.

Penulis : Febi

Editor : Pipit

Persma Poros
Menyibak Realita