Perpustakaan Sebagai Pusat Sumber Belajar, Iyakah?

Loading

oleh : Idham

(presiden BEM Universitas Ahmad dahlan Yogyakarta 2013-2015)

()Gambar

Fungsi atu peranan tersebut dapatlah berjalan dengan maksimal apabila di dukung dengan ketersediaan buku yang menjadi bahan utama didirikannya perpustakaan.

PSB “Pusat Sumber Belajar” Universitas Ahmad Dahlan, siapakah yg tidak kenal slogan itu?, tentu ketika nama itu kita dengar, akan terbayang dalam benak kita sebuah tempat dimana banyak buku tersimpan didalam rak dengan berbagai macam jenisnya dan orang orang berseliweran keluar masuk tempat tersebut. Ya, perpustakaan. Tentu yang namanya perpustakaan identik dengan tempat belajar disamping belajar dalam kelas. Perpustakaan identik dengan suasana yang tenang, tempat yang luas, nyaman, looker yang banyak dengan sistem keamanan yang lengkap dan tentunya semua buku tersedia lengkap. Namun sekilas kita menengok perpustakaan dengan slogan “Pusat Sumber Belajar” di UAD kita tercinta, apakah sudah mencapai garis finish sesuai dengan identitas perpustakaan pada umumnya? Apakah kenyamanan, ketentraman, keamanan, dan ketenangan sudah dapat di prioritaskan sebagai perpustakaan yang baik?

Untuk menjawabnya, pertama mari kita tengok pada bagian looker yang terdapat di depan perpustakaan. Banyak mahasiswa mengeluhkan banyaknya kunci looker yang hilang sehingga banyak mahasiswa yang tidak dapat menyimpan barang barang berharganya didalam looker guna keamanan. Disini kesalahan telah terdapat pada dua titik, pertama keamanan dan kelengkapan. Bagaimana mungkin looker yang sebanyak itu terbiarkan menganggur tanpa ada kunci untuk memasukan barang di dalamnya. Bagaimana sistem keamanan di sana sehingga yang namanya kunci bisa raib begitu saja tanpa sepengetahuan petugas. Kemudian bagaimana jika nanti banyak pengunjng perpustakaan harus mengantri bergantian menggunakan looker atau bahkan barang barang tersebut terpaksa harus dititipkan di dalam perpustakaan sehingga terlihat berserakan tidak karuan. Selain pemandangan yang terlihat kurang menarik juga mahasiswa selalu was was terhadp barang bawaannya, jadi belajarpun terasa kurang menikmati.

Baca Juga:  Pendidikan sebagai Proses Internalisasi Nilai: Antara Cita-cita dan Realita

Kedua, kita lihat dari kondisi tempatnya. Apakah kondisi tempat atau ruang belajar pada perpustakaan ini terlihat cukup memadai menampung pengunjung mahasiswa yang datang? Sekilas saya melihat, cukup banyak sekali ketidak masmalan persoalan tempat di sini. Pemandangan berdesakan yang diakibatkan dari kurang luasnya ruangan Pusat Sumber Belajar ini. Ditambah lagi dengan kursi-kursi yang tidak bermeja berserakan semin menambah sempitnya ruangan perpustakaan. Hal ini Membuat belajar terasa kurang kondusif dengan pemandangan seperti ini.

Ketiga, inilah yang menurut saya perlu diperhatikan lebih serius, yakni kelengkapan buku di perpustakaan. Lihat saja berapa jumlah buku yang tersedia di perpustakaan tersebut, apakah buku yang mahasiswa cari sebagian besar terdapat di sini? Apakah kondisi buku sudah terbilang layak untuk mengalami penggantian terhadap buku-buku tersebut? Coba dilihat saja, berapa banyak mahasiswa UAD yang harus mencari buku referensi di perpustakaan kampus lain dikarenakan buku yang dicari tidak tersedia. Ditambah dengan kondisi buku yang rata-rata hanya sampulnya saja yang diganti sedangkan isi sudah banyak yang hilang. Setidaknya yang namanya perpustakaan, setiap tahunnya paling tidak ada penambahan-penambahan buku dan perbaikan buku yang dinilai sudah tidak layak baca.

Peranan perpustakaan selain sebagai pusat edukasi juga sebagai pusat informasi serta riset atau penelitian. Pusat edukasi berarti peranan aktif bagi mahasiswa yang memang pada dasarnya dituntut serba aktif, baik dalam mencari bahan referensi maupun buku panduan mata kuliah yng ditentukan. Beberapa dosen  mengharuskan mahasiswanya untuk mencari referensi di perpustakaan. Kemudian pusat informasi yaitu diharapkan perpustakaan dapat memenuhi kebutuhan informasi pengguna (mahasiswa). Selain itu fungsi yang lainnya adalah pusat riset atau penelitian.

Lalu bagaimana peran kampus dalam mengembangkan peranan perpustakaan sebagai pusat sumber belajar yang sesungguhnya? Apakah dengan menambah jumlah pada rak buku namun mengurangi space luas ruang perpustakaan? Apakah memperluas ruang dengan mengurangi jumlah kelas yang ada? Setidaknya itu bisa menjadi bahan pertimbangan.

Baca Juga:  Diskriminasi dan Ketidakadilan Dalam Closing Ceremony P2K UAD 2019

Ketersediaan media internet sebagai penunjang mencari bahan buku yang dibutuhkan merupakan salah satu upaya pihak kampus dalam mempermudah mahasiswa dalam mencari referensi buku, namun perlu diingat bahwa tidak sebatas itu mahasiswa merasa nyaman terhadap keadaan di dalam ruangan perpustakaan. Coba lebih diperhatikan bagaimana situasi serta kondisi ruangan. Bagaimana peranan petugas dalam melayani mahasiswa pada umumnya?

Perkembangan perpustakaan dari tahun ke tahun memang banyak menelan perubahan yang signifikan dalam dunia belajar mengajar. Budaya baca akan mulai tumbuh pada jiwa seseorang dengan didirikannya sebuah pusat sumber belajar. Mulai dari anak-anak, remaja, hingga orang tua berhak untuk merasakan media perpustakaan. Membaca bagi remaja, anak-anak maupun orang tua tidak hanya bersifat edukasi, namun berperan aktif dalam fungsi rekreasi. Contohnya terdapatnya buku-buku cerita, baik novel, cerpen atau kumpulan puisi. Serta dengan adanya buku-buku pendidikan yang bersifat menghibur juga bisa dikatakan sebagai media rekreasi. Peranan pemerintah dalam mengembangkan budaya baca sangatlah dibutuhkan, jumlah buku setidaknya di perbanyak sehingga pembaca tidak merasa kerumitan dalam mencari buku yang dibutuhkan. Penambahan buku, perluasan penyebaran buku kedaerah-daerah terpencil, serta penurunan harga buku haruslah lebih diperhatikan secara serius oleh pemerintah dalam menggalakan budaya baca di masyarakat.

Sekarang kita kembali di UAD, kita putar ulang pada permasalahan di atas, peranan pemerintah (disini diartikan pemerintah kampus) seharusnya dapat memperbaiki fasilitas demi terciptanya sebuah ruang belajar yang kondusif, baik fasilitas perpustakaan maupun penunjang lainnya. Dengan begitu tidak ada lagi mahasisa yang harus keluar perpustakaan pergurun inggi lain. Guna memenuhi kebutuhan mahasiswa haruskah mehasiswa melupakan perpustakaan sendiri, sekiranya dengan kelengkapan buku sebagai sumber belajar mahasiswa dapat menumbuhkmangkan budaya membaca pada mahsiswa.

Persma Poros
Menyibak Realita