Pertunjukan Lumba-Lumba Menuai Protes Masyarakat

dok. Poros

Loading

     Sabtu, 3 November 2018, Animal Friends Jogja (AFJ) melaksanakan aksi solidaritas menolak pertunjukan sirkus lumba-lumba yang diadakan di Pasar Malam Sekaten, Yogyakarta. Acara yang dimaksudkan untuk mengedukasi masyarakat tersebut bertajuk “Satu Suara untuk Jogja Tanpa Sirkus Lomba”.

    Ody, salah satu anggota AFJ menyampaikan bahwa aksi tersebut berusaha mengedukasi masyarakat tentang buruknya sirkus lumba-lumba bagi satwa mamalia tersebut. Dengan menggunakan dress code putih, berbagai kalangan yang tergabung dalam AFJ merentangkan spanduk bertuliskan ‘STOP SIRKUS LUMBA’. Beberapa lainnya berdiri di pinggir jalan dengan kertas bertuliskan penolakan terhadap sirkus lumba. AFJ pun menyediakan sebuah spanduk untuk ditanda tangani pengunjung Malioboro sebagai bentuk solidaritas menolak sirkus lumba-lumba. Untuk menarik perhatian masyarakat, AFJ juga menghadirkan maskot lumba-lumba untuk diajak foto bersama.

     Pertunjukan lumba-lumba di Pasam Malam Sekaten yang merupakan kerja sama antara PT Taman Impian Jaya Ancol dengan CV Diana Ria Enterprise ditolak sebab dianggap hanya mengeksploitasi hewan mamalia tersebut.

     Dalam Pasal 43 Pedoman Etika dan Kesejahteraan Satwa disampaikan bahwa peragaan satwa koleksi lembaga konservasi (LK), di dalam atau di luar unit LK harus memperhatikan : Pertama, penyampaian pesan-pesan konservasi dan/atau pendidikan mengenai satwa tersebut. Kedua, perilaku alaminya dan tanpa perlakuan kasar yang menyebabkan satwa sakit atau cedera, serta dengan menjamin kesehatan, keamanan satwa dan manusia. Ketiga, perlakuan yang tidak merendahkan atau meremehkan martabat satwa dalam segala segi.

     Dalam aksi ini, AFJ mempertanyakan bentuk edukasi yang ingin diberikan oleh pihak penyelenggara sirkus lumba-lumba. Menurut AFJ sirkus lumba-lumba hanya menampilkan atraksi yang bersifat hiburan dan rekreasi semata dari pada edukasi. Terkait poin kedua dan ketiga, AFJ menyoroti atraksi-atraksi yang menyimpang dan merendahkan martabat satwa. Misalnya seperti ketika lumba-lumba diminta mencium dan berfoto dengan pengunjung, memasukan bola dalam keranjang ataupun bertepuk tangan yang dianggap tidak sesuai degan perilaku alamiah satwa tersebut.

Baca Juga:  UAD Perpanjang Kuliah Metode Daring

    Daru, salah satu pengunjung Malioboro yang ikut menandatangani spanduk menolak sirkus lumba menyampaikan, “Sebenanrya udah jelas ya itu melanggar dari lima  Animal freedom, tapi yang kurangnya dari pemerintah adalah peraturan yang mengatur ya meskipun sudah ada…tapi pelaksanaannya belum ada. Jadi itu sih yang aku sayangkan.”

  “Kalau bisa memang pemerintah konsisten dalam menyelenggarakan fungsinya sebagai pemerintah. Kalau memang tidak boleh ya sejak awal dilarang,” harap Daru.

     Menurut Ama, relawan yang ikut dalam aksi tersebut, lumba-lumba sebenarnya bukan untuk dipertunjukan seperti itu karena mereka punya habitatnya sendiri. Ica yang juga relawan aksi pun menyampaikan bahwa seharusnya pemerintah sadar jika sirkus tersebut adalah bentuk penyiksaan dan eksploitasi pada mamalia tersebut. Keduanya berharap, sirkus kali ini bisa menjadi yang terakhir di Yogyakarta. “Biar ini bisa jadi hal terakhir, sirkus lumba terakhir yang ada di Jogja atau di kota lainnya. Semoga lebih banyak masyarakat yang teredukasi dan mereka nggak nonton,” ujar Ica.

    Dilansir dari Tempo.co, Indonesia merupakan negara terakhir di dunia yang masih melegalkan sirkus lumba-lumba. Pertunjukan yang pertama kali ditampilkan pada tahun 1938 di Florida tersebut banyak diprotes karena menyiksa satwa mamalia tersebut.

    AFJ merupakan organisasi nirbala yang bekerja untuk meningkatkan kesejahteraan satwa di Daerah Istimewa Yogyakarta dan anggota dari League dari Organizzazione Internazionale per la Protezione degli Animali (OIPA) atau International Organization for Animal Protection Associated.

 

Reporter : Nur

Editor      : Rica

Persma Poros
Menyibak Realita