Presiden Jokowi Saatnya Tobat

Loading

Menilik perihal pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia tidaklah sulit. Tidak pula kita harus keliling rumah dulu mencari data. Cukup duduk di beranda sembari ngeteh. Sebab, data berbentuk infografis, indeks, dan transkripsi berlimpah. Serius. Coba tulis saja di search Google tentang pelanggaran HAM.

Deputi Koordinasi KontraS Feri Kusuma menilai, pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) periode 2014-2019 telah gagal dan ingkar janji untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM. Padahal, janji-janji Jokowi itu bahkan tertuang dalam nawacita yang berkomitmen secara adil menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM.

Nihil. Di bawah pemerintahan Jokowi-JK tidak ada titik terang dalam penyelesaian kasus HAM. Adapun saat pemerintahan Jokowi –JK, pelanggaran HAM justru semakin masif.  Lantas,  bagaimana dengan pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin ke depan? Satu periode saja suram, apalagi dua.

Disadur dari Tempo.co, Komnas HAM juga mencacat sekaligus menggarisbawahi persoalan pelanggaran HAM yang tidak dapat dirampungkan Jokowi-JK. Adapun rinciannya sebagai berikut:

1. Penuntasan HAM berat masa lalu, seperti peristiwa penembak misterius atau Petrus yang terjadi tahun 1982 sampai 1985. Selain itu, penghilangan aktivis pada masa Orde Baru tahun 1997-1998, tragedi Trisakti, Semanggi I, Semanggi II, Talangsari, dan kerusuhan Mei 1998.  Ada lagi, yaitu peristiwa Wasior Wamena pada 2002-2003. Komnas HAM juga menambahkan  tiga berkas pelanggaran HAM berat dari Aceh.

Komnas HAM menilai, ketidakjelasan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat ini adalah bentuk pengingkaran terhadap keadilan.

2. Kasus pelanggaran HAM pada sektor agraria dan sumber daya alam. Selama pemerintahan Jokowi-JK menimbulkan banyak korban, di antaranya adalah 41 orang diduga tewas, 546 dianiaya, dan 51 orang tertembak.

Ada yang lucu pada persoalan tanah, air, dan udara ini. Begini, pada debat calon presiden dan wakil presiden peridode 2019-2024, Jokowi berbohong. Mantan Gubernur Jakarta yang tidak tuntas ini mengatakan hampir tidak ada konflik dalam pembebasan lahan untuk insfrastruktur yang dibangun pemerintah. Wah, padahal, kan …. Presiden melakukan perbuatan yang tidak terpuji.

Baca Juga:   Greta Thunberg, Sang Batu Loncatan Dunia

3. Kasus pelanggaran HAM intoleransi dan  kebebasan berekspresi juga mencuat era Jokowi. Empat tahun pemerintahan Jokowi, terdapat catatan penyerangan terhadap jemaah Ahmadiyah di Lombok Timur. Penyerangan Ahmadiyah ini terjadi pada 19-20 Mei 2018. Akibatnya, 24 orang yang masuk golongan Ahmadiyah di Desa Gereneng mengungsi. Sebab, rumah mereka rusak setelah sejumlah orang merusak rumah mereka.

Kasus-Kasus tersebut hampir mirip dengan kasus ketika masa Orde Baru 1966-1998 di bawah raksasa Presiden Soeharto. Semua dipukul dan dihilangkan untuk alasan stabilitas negara dan pembangunan. Hal ini juga mendukung teori pengulangan sejarah yang menyatakan jika sejarah masa lalu akan terulang di masa depan. Orde Baru persis dengan orde saat ini.

Kembali pada pertanyaan awal, bagaimana dengan pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin ke depan?  Jika menengok pidato Jokowi usai pelantikan di Parlemen beberapa bulan kemarin, tidak ada komitmen Pemerintahan Jokowi untuk menyelesaikan persoalan kemanusiaan ini.

Mantan Walikota Solo itu malah gencar menyebut investasi dan investasi. Artinya, aktivis HAM yang sudah 12 tahun tiap kamis sore berdiri diam di depan Istana Negara dan di berbagai kota lainnya untuk mencari keadilan atas kejahatan negara pada rakyat tidak ada harapan. “Ambyar,” Didi Kempot menyebut peristiwa ini.

Dalam sebuah diskusi mengenai HAM, Yogi Zul Fadli Direktur LBH Yogyakarta mengutarakan jika pemufakatan jahat ini dilakukan secara institusional dan pembunuh mengunakan institusi resmi negara untuk memuluskan aksi pembunuhan ini.

Yogi juga menjelaskan, jika sampai hari ini tidak ada proses hukum yang  tuntas dan pelaku lapangan tidak pernah diungkap. Menurutnya, negara melindungi mereka yang kuat, hukum berjalan secara formalitas saja, tidak berorientasi pada keadilan.

Malahan, akhir-akhir ini kita dikagetkan dengan wacana penghapusan Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) untuk mempermudah investasi. Tentu ini akan memicu meningkatkannya jumlah pelanggaran-pelanggaran HAM. Masa depan kemanusiaan akan suram.

Baca Juga:  Versi Kemendikbud, Membatasi Kebebasan Akademik Bukan Dosa Pendidikan

Polemik ini pula yang dikritik Akademisi, Rocky Gerung. Mantan pengajar di Universitas Indonesia ini dalam sebuah acara televisi menilai jika Presiden Jokowi jika memang paham pancasila, maka ia tak akan mengeluarkan kebijakan yang bertentangan dengan rakyat.

Menurut Rocky, rencana menghapus syarat Amdal dalam mengurus perizinan investasi itu bertentangan dengan sila ke-5. Contoh lain yang diberikan Rocky Gerung adalah kenaikan 100 persen iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Menurutnya, kebijakan itu tak tepat dilakukan dalam keadaan ekonomi yang sulit seperti saat ini.

Sudah sepatutnya Presiden Jokowi bersama duet mautnya KH. Ma’ruf Amin bertobat. Menghadap kiblat, salat dua rakaat, setelah itu duduk bersila untuk kontemplasi terhadap kinerja-kinerjanya selama ini yang banyak menyakiti kemanusiaan dan korban-korban pelanggaran HAM yang tidak lain korban itu adalah rakyatnya sendiri.

Padahal, rakyatlah yang tiap hari bayar pajak untuk membiayai hidup Presiden dan Wakil Presiden sekaligus jajarannya. Sudah seharusnya Presiden dan Wakil Presiden yang sama-sama bergama Islam itu kembali ke kehidupan dan berkehidupan Islam.

Sebab, ndak akan ada persoalan kemanusiaan, etika sosial maupun lingkungan jika manusia memegang teguh Islam. Ya, Islam. Islam yang utuh. Islam yang hidup menghidupi, Islam yang memanusiakan manusia, Islam yang ketika hadir memberikan pengayoman dan kasih sayang kepada apapun dan siapapun.

Apalagi, predikat Haji dan Kiai Haji yang disandang itu menjadi beban moral jika perilaku sejoli itu tidak mencerminkan Islam. Itu kata Wali Band namanya Islam KTP.

Sebagai paripurna, saya ingin mengunci tulisan ini dengan kutipan istri salah satu korban pelanggaran HAM berat di Indonesia.

“Nyawa manusia tidak ada pada otak mereka, dan hari ini dipertontonkan dengan tidak malu-malu,” ujar Suciwati saat diskusi di Fakultas Hukum Universitas Indonesia bertajuk Jalan Panjang Keadilan untuk Cak Munir (5/12).

“Kalau sudah seperti ini kita mau apa? Tetap main PUBG, Mobile Legend, Point Blank, Dandan, atau mau apa?” tanyaku pada diriku sendiri.

Penulis: Adil

Persma Poros
Menyibak Realita