Putus Asa Membawa Petaka

Loading

”Kini, cinta yang ia banggakan berubah menjadi bumerang untuk dirinya sendiri. Membawa kesakitan dan penyesalan.”

***

Matahari bersinar terik, perjalanan dari kampus menuju kos cukup membuat kemejaku kuyup akibat keringat yang menetes. Baru saja aku berbaring di tempat tidur, tiba-tiba terdengar suara perempuan menangis di kamar sebelah. Kamar itu adalah milik Citra. Ia satu kampus denganku, namun berbeda jurusan. Akibatnya, kami tidak terlalu akrab, hanya sekadar saling bertegur sapa apabila berpapasan. Aku pun mengetuk pintu kamarnya.

“Cit, apakah kamu baik-baik saja?” tanyaku.

Kemudian terdengar suara dari dalam. “Masuklah,” ujar citra dengan lirih.

Ketika memasuki kamarnya, aku melihat kantung mata Citra yang menghitam, matanya memerah, sepertinya dia tidak tidur semalam. Air mata pun masih membanjiri pipinya.

“Cit, kamu kenapa nangis?” tanyaku.

Ia bercerita sambil menangis sesenggukan. Terlihat di matanya penyesalan yang sangat besar. Citra bercerita bahwa dirinya panik setelah tahu bahwa ia positif hamil. Stigma buruk pun siap menimpanya, apalagi dia belum menikah. Reno, kekasih sekaligus ayah dari bayi yang dikandungnya lenyap setelah diberitahu. Tidak ada yang tahu di mana dia sekarang. Dihubungi pun sulit. Aku bisa bayangkan alangkah berat beban yang ditangung Citra.

Perempuan berusia 20 tahun itu bercerita bahwa dirinya dan Reno sudah berpacaran selama delapan bulan. Sungguh waktu yang singkat untuk merasa percaya satu sama lain. Mereka melakukan hubungan suami-istri dengan tanpa pengaman, katanya karena Citra tidak sedang dalam masa subur.

“Pakai kondom kan juga buat mencegah tertular penyakit. Emang kamu yakin dia begituan cuma sama kamu?” tanyaku.

“Yakin, lah! Dia kan cinta sama aku,” jawabnya dengan sedikit menyentak.

Baca Juga:  Aku adalah Perjudian Untukmu, Tuan

Aku mengangguk, berusaha mengerti perasaan Citra ketika berada di posisi itu. Aku tahu, dia kini amat menyesal dan marah. Bahkan, selama bercerita nama Reno digantinya dengan sebutan lelaki brengsek. Kini, cinta yang ia banggakan berubah menjadi bumerang untuk dirinya sendiri. Membawa kesakitan dan penyesalan.

Esok harinya, pagi hari kulihat Citra berpakaian rapi dan pergi dengan Nadia—yang kuketahui adalah teman dekatnya. Mimik wajahnya terlihat lebih baik dari hari kemarin. Ia melihatku berdiri di depan pintu dan terseenyum. Aku bersyukur ia telah baik-baik saja.

Hari mulai petang, aku berencana untuk mengerjakan tugas di kosan. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamar. Ketika membuka pintu, ibu kos langsung menyerang dengan pertanyaan yang membuatku cukup terkejut.

Ehh! Dia hamil?” tanya ibu kos sambil menunjuk kamar Citra.

“Ibu tau darimana?” Aku bertanya balik. Setahuku, Citra baru memberitahukan masalahnya hanya kepadaku.

“Tadi ibu dengar ketika dia berbicara dengan temannya. Lalu dia menyebut-nyeut nama Mbok Joyo,” jawab ibu kos kemudian.

Mbok Joyo adalah dukun beranak yang cukup terkenal. Ia telah membuka praktik aborsi berkedok pijat tradisional selama lebih dari 20 tahun. Ia biasa menolong perempuan yang ingin “lancar” datang bulan. Tentu saja, biayanya pun sangat terjangkau.

Firasatku menjadi tidak enak. Karena khawatir, aku pun langsung ke kamar Citra untuk memeriksa keadaannya. Benar saja, aku mendapatinya sedang meringkuk kesakitan, terdapat banyak darah di tempat tidurnya.  Aku segera memanggil ambulans dan membawanya ke rumah sakit. Di perjalanan, aku mencoba menelepon Nadia. Tetapi, tidak satu pun teleponku ia jawab. Kuputuskan untuk mengirim SMS, semoga saja ia membacanya.

Di rumah sakit, aku langsung duduk di koridor menunggu Citra yang sedang berada dalam ruang Unit Gawat Darurat. 30 menit kemudian aku dapat melihat Nadia dari kejauhan dengan wajah pucat dan panik. Tangannya gemetar. Aku menjelaskan bahwa Citra mengalami infeksi parah dalam rahim, setidaknya itu yang dikatakan suster ketika ia sempat keluar sebentar untuk mengambil beberapa alat. Citra sempat mengalami kejang-kejang dan tidak sadarkan diri dalam beberapa waktu.

Baca Juga:  Rima-Rima

 Aku bertanya pada Nadia apa yang sebenarnya terjadi. Lalu, ia menceritakan bahwa siang itu Citra pergi ke tempat praktik Mbok Joyo. Citra dipijat selama sepuluh menit. Mbok Joyo kemudian memasukkan tangkai daun singkong ke kemaluannya yang sudah ia beri mantra dan semacam cairan pelumas. Katanya, tangkai itu bisa menarik janin dalam rahimnya keluar. Di ujungnya terkait benang, berfungsi seperti benang yang terdapat pada tampon. Rasanya sakit sekali kata Citra.

Nadia berhenti bercerita tatkala dokter keluar dari ruangan dan bertanya apakah dia dan tim bisa melakukan operasi kepada Citra. Kami saling pandang dalam diam, bingung dan khawatir akan apa yang terjadi. Kami memutuskan untuk menghubungi keluarga Citra. Kami pun menjelaskan keadaan secara garis besar, terdengar nada kecewa dan khawatir dari pihaknya, mereka pun menyetujui dilakukannya operasi.

Setelahnya, Citra segera dibawa ke ruang operasi. Kami pun menunggu sambil mendoakan. Satu jam kemudian, hal yang tak pernah terlintas di pikiranku terjadi. Dokter menyatakan bahwa Citra sudah meninggal akibat pendarahan dan infeksi yang dialami. Kami terduduk lemas, linglung. Menangis pun tak berdaya. Aku mencoba menenangkan hati dan pikiran sembari merangkul Nadia, Kami masih berharap bahwa ini hanya mimpi semata.P

Penulis: Dyah (magang)

Penyunting: Kun Anis

Persma Poros
Menyibak Realita