Kamis, 28 Maret 2019, Aliansi Seduluran Yogyakarta Peduli Alam (SENYUM) melakukan Long March dari parkiran Abu Bakar Ali menuju Gedung Agung, Yogyakarta. Hal tersebut merupakan aksi solidaritas untuk mendukung perwakilan organisasi Paguyuban Warga Penolak Penggusuran – Kulon Progo (PWPP-KP), Tim Advokasi Peduli Lingkungan, dan Jaringan solidaritas Teman Temon yang sedang menyerahkan gugatan hukum PWPP-KP kepada Presiden RI.
Gugatan yang dilakukan melalui mekanisme hukum judical review (JR) di Mahkamah Agung tersebut adalah untuk menggugat rekayasa hukum serta pembangunan bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA) yang dianggap merugikan dan membahayakan banyak orang.
Dilansir dari press release aksi, menurutnya UU Nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dan aturan turunannya , serta dengan dalih ‘pembangunan untuk kepentingan umum’ pemerintah dengan mudahnya merampas hak dan ruang hidup warga.
Termasuk pembangunan bandara NYIA yang diaktifkan kembali sejak tahun 2017 lewat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2017 tentang Percepatan Pembangunan dan Pengoperasian Bandara di Kulon Progo.
Dengan tegas, Abdul Husnudin, selaku koordinator umum aliansi SENYUM menolak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 13 tahun 2017, tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional . Dalam perubahan peraturan yang semula merupakan PP Nomor 26 tahun 2008, pemerintah menghapus seluruh pasal tentang pelarangan pembangunan di zona rawan bencana gempa dan tsunami.
Meski pihak PT.Angkasa Pura 1 mengaku telah memiliki strategi mitigasi bencana, akan tetapi, Abdul mengatakan, “ Pembangunan Bandara itu berada di zona yang sangat dekat dengan pantai selatan dan kita tau kalo bencana tsunami itu terjadi, siapa yang bisa menyelamatkan diri. Sehebat apapun itu pembangunan yang diupayakan oleh Negara , saya tidak yakin bisa selamat dari gejala alam yang diciptakan oleh Tuhan ini.”
Selain di Yogyakarta aksi solidaritas juga dilakukan serentak beberapa kota di Indonesia. “Aksi yang dilakukan serentak, di Semarang, Solo, Bandung, Bekasi, dan banyak titik lainnya,” ujar Abdul Husnudin
Dalam aksi ini juga menyuguhkan panggung bagi musisi lokal seperti Gemalam choir, Senyawa, Sombanusa, Sisir Tanah, Rupagangga, serta Jogja Noise Bombing. “Ada beberapa cara saat kita melakukan demonstrasi, kupikir ya langkah seperti ini memang harus terus terjadi , karena jika tidak pernah memberikan represifitas kita balik dari rakyat ke pihak otoritas ,penguasa, ya kita selamanya akan dalam keadaan tertindas. Kufikir , ini adalah sebuah gerakan kemerdekaan masyarakat Indonesia yang mengambil ruang demokrasinya,” ujar Asy’ari selaku vokalis Sombanusa.
Pernyataan bersama, bahwa :
- Menuntut pembatalan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang mendukung pendirian Bandar udara di wilayah rawan bencana.
- Menolak kelanjutan pembangunan bandara NYIA di Kulon Progo yang telah merampas hak atas tanah, hak hidup, dan hak lingkungan yang terlindung dari bencana.
- Menuntut pembatalan berbagai Proyek Strategis Nasional di Indonesia yang menempatkan kepentingan investasi di atas keamanan dan kesejahteraan rakyat.
- Menuntut pengusutan tuntas kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam berbagai pembangunan Proyek Strategis Nasional.
Penulis : Siska
Editor : Nur
Menyibak Realita
Leave a Reply