RUU Cipta Kerja Disahkan di Tengah Aksi, ARB Berikan Pernyataan Sikap

Loading

Hari ini (5/10) Omnibus Law RUU Cipta Kerja disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Bersamaan dengan itu, di Gejayan, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) justru sedang dilangsungkan aksi untuk menolak pengesahan RUU tersebut oleh Aliansi Rakyat Bergerak (ARB). Massa aksi di Gejayan bertahan hingga sekitar pukul 19.30 setelah berkali-kali diperingatkan polisi agar membubarkan diri.

ARB menyayangkan tindakan DPR yang telah mengesahkan RUU yang berpolemik tersebut. ARB merasa dikelabuhi oleh DPR, sebab kabarnya rapat paripurna pengesahan RUU Cipta Kerja akan dilaksanakan tanggal 8 Oktober 2020. Dilansir dari tirto.id, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI, Achmad Baidowi mengatakan bahwa kasus korona di Kompleks Parlemen jadi alasan dipercepatnya pengesahan RUU Cipta Kerja.

“Sehingga mulai besok tak ada aktivitas lagi di DPR, “ ujar Achmad Baidowi kepada reporter Tirto (5/10)

Rapat paripurna tersebut dihadiri oleh 318 orang dari 575 orang anggota DPR RI. Dalam pengesahannya, RUU Cipta Kerja juga sempat ditolak oleh dua fraksi, yaitu Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Sedangkan Partai Amanat Nasional (PAN) menerima dengan syarat, dan enam fraksi lainnya menerima tanpa syarat.

Seperti yang dilansir CNBC, fraksi Demokrat menolak pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja karena dalam prosesnya terdapat cacat. Sedangkan PKS menilai secara substansi, RUU tersebut bertentangan dengan politik hukum dan kebangsaan.

ARB juga menyatakan bahwa pengesahan RUU Cipta Kerja dalam perumusannya tidak ada partisipasi publik dan tidak menerima kritik. Untuk itu, meski RUU Cipta Kerja sudah disahkan resmi menjadi Undang-undang, ARB menyatakan sikap sebagai berikut:

  1. Aksi ini adalah pernyataan sikap terhadap pengebutan pembahasan omnibus law yang tidak menghiraukan gelombang penolakan dari masyarakat luas.
  2. ARB akan terus menolak Omnibus Law tanpa kompromi, baik itu melalui jalur legitimasi maupun jalur non-legitimasi.
  3. ARB mengajak masyarakat Indonesia untuk berpartisipasi aktif dalam serangkaian aksi solidaritas penolakan dan pengawalan terhadap penolakan Omnibus Law.
  4. ARB berkomitmen tetap mengawal 7 tuntutan ARB yang disuarakan dalam aksi sebelumnya (16/7).
Baca Juga:  Kampus V Universitas Ahmad Dahlan, Belum Siap Untuk Ditempati

Terkait tujuh tuntutan yang disuarakan, yaitu 1) Gagalkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja; 2) Berikan jaminan kesehatan, ketersediaan pangan, pekerjaan,  dan upah yang layak untuk rakyat terutama di saat pandemi; 3) Gratiskan UKT/SPP dua semester selama pandemi; 4) Cabut UU Minerba, batalkan RUU Pertanahan, dan tinjau ulang RUU KUHP; 5) Segera sahkan RUU PKS; 6) Hentikan dwi fungsi TNI/Polri yang saat ini banyak menempati jabatan publik dan akan dilegalkan dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja; 7) Menolak otonomi khusus Papua dan berikan hak penentuan nasib sendiri dengan menarik seluruh komponen militer, mengusut tuntas pelanggaran HAM, dan buka ruang demokrasi seluas-luasnya.

Terakhir, ARB menyatakan akan tetap melakukan aksi tanggal 8 Oktober 2020 bersamaan dengan massa aksi yang lain.

Persma Poros
Menyibak Realita