Syuting Film “17 Selamanya” di Perpustakaan UAD Tidak Kantongi Izin Tertulis

Loading

Gatot Sugiharto selaku Wakil Rektor (Warek) Bidang Kemahasiswaan dan Alumni mengatakan bahwa dalam prosesnya, pihak Production House (PH) film 17 Selamanya tidak mengantongi izin tertulis. Pasalnya, terkait kebijakan pemberian izin syuting film 17 Selamanya tidak semua dari pihak rektorat mengetahui. Namun, menurut penuturan dari Gatot, PH film sudah memiliki catatan terkait peminjaman tempat pada salah satu pihak rektorat.

“Saya pun tadi malam sempat ke sini (kampus empat UAD-red) ada ramai-ramai, saya juga mempertanyakan ini ada apa,” tutur Gatot di hadapan massa aksi Keluarga Besar Mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan (KBM UAD) (25/03).

Beberapa hari ini, civitas akademika Universitas Ahmad Dahalan (UAD) digegerkan dengan adanya syuting film 17 Selamanya yang dilakukan di ruang Perpustakaan Kampus IV UAD (24/03). Merespon fenomena yang terjadi, massa aksi yang tergabung dalam KBM UAD menggeruduk kampus untuk menyampaikan tuntutan sekaligus penolakan terhadap aktivitas yang tidak ada hubungannya dengan kegiatan pendidikan itu. Selain itu, massa aksi juga mempersoalkan beberapa hal teknis, salah satuya perihal perizinan syuting film 17 Selamanya.

Gatot Sugiharto menegaskan bahwa dirinya tidak sepakat dengan adanya syuting film 17 Selamanya yang dilaksanakan di ruang Perpustakaan Kampus IV UAD. Dirinya juga mengaku bahwa sudah menyampaikan kepada Muchlas selaku Rektor UAD, tidak akan menyetujui segala bentuk perizinan kegiatan dan penggunaan fasilitas kampus di luar kepentingan pendidikan yang menyingung perasaan mahasiswa.

“Kalau nanti ada satu kebijakan seperti ini (mengizinkan syuting film 17 Selamanyared) saya tidak diajak bicara, ketika omongan saya juga tidak didengarkan, saya bersedia mempertaruhkan jabatan saya. Saya keluar dari WR (Warek-red) kemahasiswaan,” ujarnya.

Merespon pernyataan Gatot, Rizal, salah satu massa aksi KBM UAD menyampaikan bahwa jika rektor tidak mengetahui akan adanya syuting film 17 Selamanya yang dilakukan di Perpustakaan UAD, seharusnya secara terbuka rektor langsung menindak lanjuti pihak yang memberikan izin syuting terhadap PH film ini.

Baca Juga:  Aksi Kamisan di UAD, Di mana Posisi BEMU dan DPMU?

“Bagaimana mungkin ada satu kegiatan, di mana segenap pimpinan tidak mengetahui kegiatan tersebut, bagi saya omong kosong,” tegasnya pada Gatot.

Kemudian, Gatot kembali mengklarifikasi bahwa dirinya tidak pernah mengatakan jika pihak rektorat tidak ada yang mengetahui terkait perizinan syuting film, namun lebih tepatnya pihak rektorat ada yang mengetahui, meski tidak seluruhnya. Lebih lagi, Muchlas mengatakan melalui Gatot, pihak rektor mengakui bahwa diberikanya izin syuting terhadap PH film 17 Selamanya di luar kontrol Muchlas secara keseluruhan.

“Memang tidak memberikan izin secara tertulis terkait dengan itu, ada memo, yang saya terlusuri,” pungkas Gatot di hadapan massa aksi.

Berlanjut, Wildan Bagus salah satu anggota tim PH film 17 Selamanya mengatakan bahwa pihaknya telah mengajukan perizinan sejak bulan Januari dan sempat ditolak pihak UAD. Kemudian, atas pertimbangan kriteria tempat, pihak PH kembali mengajukan surat sekaligus proposal yang dikirim melalui surat elektronik Humas UAD. Setelah itu, Senin (22/03), PH film mendatangi pihak rektorat dan membicarakan perizinan syuting film dengan Utik Bidayati selaku Warek Bidang Keuangan, Kehartabendaan, dan Administrasi Umum.

“Kita diskusi di kampus satu, di rektorat, izin kita secara lisan (25/03),” ujar Wildan Bagus.

Menanggapi pernyataan Wildan Bagus, Haryono Kapitang salah satu massa aksi mempertanyakan logika apa yang digunakan birokrat kampus dalam memberikan izin penggunaan perpustakaan untuk kegiatan syuting. Pasalnya, menurut Haryono, kegiatan serupa sudah dua kali terjadi di ruang Perpustakaan Kampus IV UAD. Dilansir dari persmaporos.com, bahwa pada 3 Desember 2019, Perpustakaan UAD mengadakan Beauty Demo yang memicu keresahan mahasiswa. Lebih lanjut, Haryono mempertanyakan mengapa dari pihak luar UAD meminjam ruangan kemudian diizinkan. Padahal, beberapa aktivitas mahasiswa bahkan, pemateri-pemateri dari luar UAD tidak diizinkan masuk ke dalam kampus.

Baca Juga:  Komite Kampus Yogyakarta Tuntut Penyelesaian Masalah Pendidikan Hingga Perjuangan Rakyat Papua

“Masa iya, kita anaknya sendiri tidak diizinkan, orang luar datang, pakek, diizinkan,” tegas Haryono pada PH film 17 Selamanya di hadapan seluruh massa aksi.

Kemudian, Wildan Bagus menampik pernyataan Haryono. Menurut Wildan, pihaknya mendapat izin dari pihak kampus di atas jam 15.00 WIB karena pada jam tersebut kegiatan kampus sudah tidak ada. Senada dengan Wildan, Ariadi Nugraha selaku Kepala Bidang Humas dan Protokol mengatakan bahwa syuting dilakukan sejak sore hingga jam 01.00 dini hari memang disengaja agar tidak mengganggu kegiatan mahasiswa di perpustakaan.

Lebih lanjut, Haikal salah satu massa aksi KBM UAD mengatakan bahwa kegiatan di UAD ketika sudah mencapai jam 22.00 WIB, tidak diperbolehkan. Dirinya mengaku jika ada aktivitas mahasiswa di kampus yang melebihi jam 22.00 WIB, satpam secara otomatis akan menyuruh  mahasiswa untuk keluar dari kampus.

“Apalagi ini yang tidak berkaitan dengan persoalan pendidikan,” pungkas Haikal di hadapan massa aksi.

Dihubungi terpisah, Ariadi Nugraha ketika ditanya terkait mengapa UAD mengizinkan syuting dilakukan di Perpustakaan, dirinya menjawab bahwa pihak Humas UAD melihat hubungan baik yang sudah dijalin selama ini dengan PH film 17 Selamanya, sebelumnya memang sudah pernah menjalin kerja sama berupa syuting film di Masjid Islamic Center UAD.

“Karena memang menjalin kerja samanya juga baik gitu,” ujaranya saat diwawancarai reporter Poros (25/03).

Penulis: Yusuf Bastiar

Penyunting: Dyah Ayu

Persma Poros
Menyibak Realita