Tingkat Pemahaman Mahasiswa terhadap Media Informasi Kampus

sumber: Google

Loading

Berdasarkan Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti) pelaporan periode 2019/2020, jumlah mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan (UAD) mencapai 29.826 mahasiswa. Kondisi semacam ini harus diikuti media yang efektif agar kampus bisa memberikan informasi kepada mahasiswa dengan baik dan komprehensif.

Divisi Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Poros melakukan penelitian guna mengetahui tingkat pemahaman mahasiswa UAD terhadap media informasi kampus. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang diikuti oleh 143 mahasiswa UAD sebagai responden.

Berdasarkan sebaran kuesioner tersebut, salah satu media sosial Instagram didapati menjadi media yang paling dominan dari beberapa pilihan media informasi kampus dengan dipilih sebanyak 84,6 persen responden, sedangkan 15,4 persen lainnya tidak memilih Instagram. Disusul oleh media Whatsapp dipilih sebanyak 74,8 persen responden, sedangkan 25,2 persen tidak memilih. Sementara, website resmi, uad.ac.id, dan Portal UAD hanya mendapatkan persentase masing-masing sebesar 0,7 persen dari jumlah total responden.

Kepala Humas dan Protokol UAD, Ariadi Nugraha, memberikan alasan mengapa media sosial menjadi dominan untuk menyebarluaskan informasi.  Menurutnya, hal itu sesuai dengan target dan sasaran Humas dan Protokol UAD. “Anak muda (yang aktif) di media sosial,” tulisnya saat diwawancarai melalui pesan WhatsApp (28/05).

Sementara itu, mahasiswa program studi (prodi) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2018, Latanza Rahma, menilai media sosial WhatsApp cenderung lebih cepat untuk mendapatkan informasi dibanding Instagram, tapi terbatas cakupannya.

“Hanya sampai pada mahasiswa yang aktif organisasi saja. Sedang cakupan di Instagram akan lebih luas, bahkan pada mahasiswa yang tidak ikut organisasi apa pun,” tulisnya di kuesioner.

Kemudian, pernyataan terkait media sosial sebagai akses informasi yang krusial disetujui oleh 83,9 persen responden, sedangkan 16,1 persen lainnya tidak menyetujui. Melihat data ini, Ariadi Nugraha menegaskan, penyebaran informasi krusial kampus haruslah memperhatikan tingkat atensi atau minat mahasiswa.

Baca Juga:  Belajar Sampai ke Negeri Cina

“Bukan hanya mahasiswa saja,tapi dosen, tenaga kependidikan, alumni, dan masyarakat akan menjadi pertimbangan dalam penyebaran informasi,” jelasnya.

Sementara itu, terkait dengan penyebaran informasi, Sebanyak 77,6 persen responden setuju bahwa Informasi universitas telah disebarkan tepat waktu, sedangkan 22,4 persenres ponden tidak setuju dengan hal tersebut.

Kemudian, sebanyak 44,1 persen responden menolak pernyataan bahwa mahasiswa sering menemukan kendala saat mencari informasi dari universitas, tapi 55,9 persen responden setuju dengan pernyataan tersebut. Ada beberapa kendala yang sering dihadapi mahasiswa dalam mencari informasi.Sebanyak 54,5 persen dari jumlah total responden mengaku kesulitan dalam kejelasan jalur pelayanan, serta 39,9 persen dari jumlah total responden merasakan kendala dalam kurangnya pelayanan pada narahubung universitas.

Mahasiswa prodi Ilmu Komunikasi angkatan 2019, Bagus Omar Ali, menilai kalau admin media sosial kampus kurang responsif.

“Admin (informasi) kampus kurang responsif,” tulis singkat di kuesioner.

Kendala semacam itu berpengaruh langsung pada pemahaman mahasiswa dalam mengakses informasi, contohnya transaksi pembayaran perkuliahan. Hal itu dibenarkan oleh 58,7 persen responden dan 41,3 persenresponden  merasa tidak terpengaruh.

Namun, Kepala Humas dan Protokol UAD menegaskan bahwa pihak kampus selalu merespon pertanyaan mahasiswa yang masuk setiap harinya, baik melalui Instagram, Whatsapp, telepon, dan e-mail. Bahkan, di bulan-bulan tertentu seperti Juli sampai Agustus akan dilaksanakan piket tersendiri yang difungsikan untuk merespon pesan-pesan yang masuk di luar jam kerja.

Selain itu, didapati sebanyak 24,5 persen mahasiswa mengaku pernah menemukan kesalahan informasi dari media informasi universitas. Sebagian besar responden menyatakan solusinya bisa bertanya langsung pada pihak terkait, tapi sebanyak 75,5 persen mahasiswa menolak pernyataan tersebut.

Salah seorang responden dari  Fakultas Sastra, Budaya, dan Komunikasi yang tidak ingin disebutkan identitasnya, menerangkan bahwa ia pernah menemukan kesalahan informasi.

Baca Juga:  Fenomena di Balik Praktikum

“Kesalahan tersebut berupa pembayaran sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) dan kartu rencana studi (KRS) kuliah yang berbeda pada website dengan apa yang sebenarnya,” tulisnya dalam kuesioner.

Sementara itu, Ariadi Nugraha mengatakan bahwa kendala-kendala yang dihadapi mahasiswa tersebut akan dibantu langsung oleh universitas, sedangkan apabila ada hal teknis lainnya, maka akan diarahkan langsung ke unit-unit terkait. Selain itu, secara berkala unit-unit tersebut akan melakukan pemantauan dan mengevaluasi tingkat/standar pemahaman mahasiswa.

“Hasilnya, pemahaman tersebut akan menjadi acuan untuk program dan kebijakan selanjutnya,” tulisnya.

Penulis: Bagas Bayu Bismantaka

Penyunting: Adam

Infografis: Dea Amalia

Sumber gambar: Google

Persma Poros
Menyibak Realita