Tuntut Omnibus Law Dibatalkan, ARB Tawarkan Dewan Rakyat

Loading

Aksi tuntutan cabut Omnibus Law kembali dilakukan di kawasan bundaran Universitas Gajah Mada (UGM) dengan massa dari berbagai kalangan seperti mahasiswa, pelajar, petani, serta buruh. ARB mengambil konsep ruang rakyat dengan menggelar aksi damai yang diisi dengan teatrikal, panggung rakyat, serta orasi secara bergantian. Massa aksi sekali lagi menekankan mosi tidak percaya pada negara dan menyarankan untuk membangun Dewan Rakyat di negara Indonesia.

“Bahwa kami bagian dari masyarakat Indonesia mengatakan mosi tidak percaya pada negara. Menyatakan hal yang paling baik ke depan bagi negara ialah membangun dewan rakyat, ” ucap Lusi, humas Aliansi Rakyat Bergerak (ARB) (20/10).

Dewan Rakyat dinilai merupakan hal paling baik di tengah persoalan demokrasi yang telah mati saat ini. Sebab, demokrasi dirasa tidak lagi hadir pada ruang publik maupun personal.

“Beberapa yang mendasari lahirnya Dewan Rakyat ini adalah yang pertama RUU Omnibus Law harus digagalkan, kriminalisasi penangkapan, serta intimidasi aktivis atau pelajar,” tutur Lusi.

Selain itu, hal yang mendasari hadirnya Dewan Rakyat secara konseptual adalah timpangnya kekayaan alam Indonesia yang hanya dikuasai segelintir orang. Hal tersebut dapat dilihat dari data kekayaan orang Indonesia yang dirilis Credit Suisse. Di situ  dinyatakan bahwa satu persen orang terkaya di Indonesia menguasai 46,6% kekayaan nasional.

“Akumulasi kekayaan di bangsa kita timpang sekali.  Data yang tampak adalah kekayaan orang Indonesia sampai 1 juta dolar hanya ada di tangan 115.000 masyarakat Indonesia,” ujar Lusi.

Humas ARB,  Revo dan Lusi menyatakan kepada masyarakat Indonesia bahwa yang ditawarkan Dewan Rakyat tersebut belum final. Mereka mengungkapkan Dewan Rakyat masih perlu diperdebatkan secara bersama-sama. Akan tetapi, setidaknya ada beberapa poin landasan proses Dewan Rakyat.

Baca Juga:  Pemprov Jawa Barat Akan Sanksi Masyarakat yang Tidak Patuhi Protokol Kesehatan

“Kita mempercayai prinsip yang kami percayai sebagai prinsip keadilan secara ekologis, secara ekonomi dan interelasi. Serta ada kesadaran secara ekologis dan ekonomis, ada solidaritas yang dibangun secara bersama-sama dan otonom,” tandas Lusi.

Revo yang juga selaku Humas ARB mengatakan, “Setidaknya ada lima hal yang perlu menggarisbawahi lahirnya Dewan Rakyat; Percaya pada prinsip keadilan, kesadaran akan pentingnya keadilan dalam sebuah negara, solidaritas yang tinggi timbul dikalangan masyakarat sekitar,  perlu adanya otonomi daerah, kebebasan masyarakat dan pemerintah daerah dalam mengambil tindakan dan kebijakan untuk memecahkan masalah bersama. Terakhir, adanya  partisipasi masyarakat berperan aktif dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kebijakan publik di daerahnya yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.”

Simulasi Dewan Rakyat dilaksanakan di panggung yang ada di depan massa aksi. Terlihat Yance, salah satu dari aliansi mahasiswa Papua, menyampaikan permasalahan yang dihadapi rakyat Papua tentang ketimpangan pendidikan dan pembangunan di sana. Selain itu, Kawit, seorang warga Parangkusumo juga mengeluhkan terkait perampasan dan penggusuran yang ia alami. Seorang pemuda dari desa Wadas, Azis, juga menyampaikan perihal penggusuran di desa Wadas untuk pembangunan bendungan.

Menurut ketiganya, Dewan Rakyat harus menjadi solusi dari berbagai permasalahan yang ada di daerahnya masing-masing. Mesti mendengarkan lebih banyak aspirasi, memberi kebebasan masyarakat Papua untuk menentukan nasib sendiri, dan menolak penokohan-penokohan dalam perwakilan.

Pebi Anggara dan Nissa
Anggota Divisi Redaksi Persma Poros