Untuk Presiden Jokowi: Penuhi Janji Kemarin Dulu, Baru Janji Lagi!

Loading


            Tanggal (20/10), pasangan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin terpilih pemilihan umum 2019 kemarin, dilantik di Gedung Parlemen Republik Indonesia, Senayan. Bagi Presiden Joko Widodo, ini adalah periode kedua setelah menyelesaikan periode pertama bersama Jusuf Kalla sebagai wakil presiden. Adapun, bagi K.H. Ma’ruf Amin adalah kali pertama menjabat sebagai orang nomor dua di Indonesia.

            Meski Presiden Joko Widodo menjabat kembali sebagai Presiden, ia masih meninggalkan jejak-jejak buruk di masyarakat. Terbukti dari hasil survei penelitian dan pengembangan (litbang) Kompas  di koran hariannya, Kamis, 17 Oktober 2019 yang menunjukan kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla dalam bulan Oktober 2019 menurun. Di bidang politik dan keamanan hanya 64,3 persen, bidang hukum hanya 49,1 persen, ekonomi 49,8 persen, dan sosial 59,4 persen.

            Edisi berikutnya, 18 Oktober 2019, Harian Koran Kompas memuat perbandingan tingkat kinerja Presiden Joko Widodo dengan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dari data tersebut, di akhir masa jabatan menunjukkan tingkat kinerja Presiden Joko Widodo menurun, sedangkan mantan Presiden SBY meningkat. Hal ini menujukkan kinerja-kinerja Presiden Joko Widodo jeblok.

            Dalam Harian Koran Kompas edisi Sabtu, 19 Oktober 2019 terdapat juga data terkait kepuasan publik atas kinerja ekonomi pada pemerintahan Presiden Joko Widodo, hasilnya adalah tidak lebih baik dibandingkan bidang lain.

            Hasil survei litbang Kompas bulan Oktober pada sektor pengembangan pasar tradisional hanya duduk di angka 66,1 persen, pemberdayaan petani dan nelayan 57,9 persen, pemenuhan kebutuhan pangan dalam negeri 47,8 persen, perataaan pembangunan antar wilayah 65,4 persen, penyeimbangan lapangan kerja/pengurangan pengangguran 41,2 persen, pengendalian harga barang dan jasa 44,3 persen, dan pengendalian nilai tukar rupiah hanya 39,5 persen.

Baca Juga:  Defisit Diskusi Kritis di Kalangan Mahasiswa

            Melihat data-data tersebut, masih ada pekerjaan rumah presiden yang belum dirampungkan dan harus dirampungkan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, yaitu mewujudkan nawacita yang diusungnya di tahun 2014 silam, seperti dalam empat poin nawacita berikut ini:

  1. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.
  2. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.
  3. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional, sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya.
  4. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.

            Itulah empat poin dari sembilan poin dalam nawacita yang mesti dirampungkan secepatnya oleh presiden sebelum menjalakan tugas di periode kedua nantinya sebelum mengusung janji-janji lagi, sekaligus agar tidak kebanyakan janji. Sebab, empat poin itulah yang sangat-sangat buruk.

            Misalkan pada poin kedua, didapat dari tribunnews.com, berdasarkan catatan Indonesia Corruption Watch  (ICW), selama 2017 ada 576 kasus korupsi dengan kerugian negara mencapai Rp6,5 triliun dan kasus suap senilai Rp211 miliar, serta jumlah tersangka mencapai 1.298 orang. ICW menyebut, tren korupsi ini mengalami peningkatan dari tahun 2016.

            Pada 2016, kerugian negara dari 482 kasus korupsi mencapai Rp1,5 triliun. Angka ini naik menjadi Rp6,5 triliun tahun 2017. Bahkan, peningkatan tidak hanya dari jumlah kerugian uang. Tercatat tahun 2016, terdapat 1.101 tersangka kasus korupsi dan naik menjadi 1.298 tersangka kasus korupsi pada 2017.

            Itu baru data 2016-2017, belum lagi kasus-kasus korupsi akhir-akhir ini yang menjerat bupati dan oknum-oknum lain. Perlu Saudara-Saudara ketahui, empat menteri presiden ikut terjerembab dalam  kasus korupsi. Artinya, dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo periode pertama gagal dalam memberangus penyakit akut bangsa besar ini.

Baca Juga:  Pembatasan Ruang Demokrasi Di Balik Pemberlakuan Kurikulum Baru

            Pada poin ketiga juga demikian, hasil survei litbang Kompas sudah menunjukkan dengan jelas tanpa aling-aling; penyeimbangan lapangan kerja/pengurangan pengangguran 41,2 persen, pengendalian harga barang dan jasa 44,3 persen, dan pengendalian nilai tukar rupiah hanya 39,5 persen.

            Selain dari poin-poin nawacita, persoalan pelanggaran hak asasi manusia sampai saat ini juga belum bisa dibereskan. Dalam konflik agraria saja, dilansir dari cnnindonesia.com, selama pemerintahan Presiden Jokowi tercatat 41 orang diduga tewas, 546 dianiaya hingga 51 orang tertembak. Mengenaskan memang, tetapi itulah kondisi negara di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo.

            Sudah gamblang, bahwa pemerintahan Presiden Jokowi kemarin masih menyisakan persoalan-persoalan serius yang belum ditangani. Sumber persoalan tersebut berasal dari janji yang diusung dalam nawacita yang tidak ditepati.

            Akan tetapi, saya pesimis mendengar pidato presiden usai pelantikan yang tidak ada komitmen untuk menyelesaikan masalah korupsi dan pelanggaran hak asasi manusia. Presiden hanya menyampaikan program-programnya lima tahun mendatang.

            Satu program yang membuat saya jengkel adalah dalam lima tahun mendatang Presiden Joko Widodo akan melanjutkan pembangunan insfrastrukturnya.

            Pertanyaan muncul dari kepala saya, mau berapa rumah lagi mau digusur? Mau berapa korban lagi yang akan berjatuhan? Program lima tahun kemarin belum bisa dipenuhi, presiden hendak membikin program baru? Akan tidak diselesaikan lagi? Nanti hidung Pak Presiden Joko Widodo di sampul Majalah Tempo akan lebih panjang lagi, lho!

            Terakhir, sebagai warga negara yang baik, saya ingin berpesan kepada presiden dan wakilnya untuk lima tahun mendatang agar berperan aktif dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, bukan berperan aktif dalam membangun insfrastruktur dan menghafal nama-nama ikan. Sudahlah begini saja, cukup bapak presiden menjamin satu hal saja, yaitu keamanan dan kehangatan dalam bernegara. Selain itu, kami akan usaha sendiri; cari makan, pekerjaan, dan hal-hal lain sendiri.

Penulis : Adil Al Hasan, lahir di Magetan, 20 November 1999.

Persma Poros
Menyibak Realita